Selain Kalah Bersaing di Asia, Bos Uber Juga Menyerah di Kandang

Chief Executive Uber Dara Khosrowshahi, untuk pertama kalinya memberikan pernyataan di depan publik pada Kamis (9/11) waktu AS atau Jumat WIB. Hal ini dilakukan, setelah Khosrowshahi menjadi orang nomor satu di Uber Inc sejak Agustus lalu, menggantikan Travis Kalanick.

Khosrowshahi menggarisbawahi tantangan di Asia Tenggara. Seperti dikutip dari Reuters, dia mengungkapkan Uber harus menghabiskan banyak uang untuk bersaing dengan layanan angkutan online lokal seperti Ola and Grab.

Ola merupakan aplikasi transportasi online yang mengawali bisnisnya di Mumbai, India, pada 2010. Ola yang kini memiliki jaringan di 22 kota, telah mendapat pendanaan 1,67 miliar dolar AS (Rp 22,6 triliun) dari 23 investor.

Sementara Grab, merupakan aplikasi transportasi online asal Malaysia. Grab memiliki jaringan kuat di negara-negara Asia Tenggara dengan 75 ribu mitra pengemudi. Perusahaan yang kini berkantor pusat di Singapura, telah memperoleh pendanaan hingga 1,44 miliar dolar AS (Rp 19,5 triliun).

Sayangnya, dalam kesempatan ini Khosrowshahi tak menyinggung soal pasar Indonesia. “(Persaingan) pasar itu bukan yang kita inginkan,” katanya. “Saya pikir (Asia Tenggara) itu terlalu banyak menguras modal pada saat ini. Kita masuk, dan sudah ada di dalamnya. Tapi saya tak yakin akan menguntungkan dalam waktu dekat.”

Menyerah di Kandang

Seperti di Asia Tenggara, Uber juga menyerah dengan persaingan sengit di kandangnya sendiri yaitu Amerika Serikat. “Saya tidak melihat AS sebagai pasar yang sangat menguntungkan, setidaknya untuk enam bulan ke depan,” lanjutnya.

Mantan bos situs travel online Expedia Inc. itu mengaku mendapat saingan sengit dari Lyft. “AS sangat… sangat… kompetitif. Khususnya saat ini antara kami dengan Lyft.” Lyft yang hadir sejak lima tahun lalu, kini telah memiliki layanan di 350 kota di seantero Amerika Serikat. Juga 9 kota di Asia Tenggara.

Baca:

Meski baru berusia lima tahun, atau tiga tahun lebih belakangan dari Uber, namun Lyft meraih pendanaan 1 miliar dolar AS dari Alphabet Inc, perusahaan induk Google.

Tahun lalu, Uber masih mencatatkan keuntungan untuk operasi di Amerika Serikat dan Kanada. Namun seorang juru bicara mengkonfirmasi kepada Reuters, bahwa Uber tahun ini tak akan meraih keuntungan. Meskipun di beberapa kota mungkin akan mencapai titik impas.

Berjaya di Brasil

Berbeda dengan di Asia Tenggara dan Amerika Serikat, Uber berjaya di Brasil. Semula, pemerintah Brasil akan menerbitkan regulasi yang mengatur transportasi online seperti angkutan konvensional. Namun rencana itu diprotes para pengemudi Uber di sana.

Khosrowshahi sengaja datang ke Brasil untuk melobby parlemen membatalkan aturan itu. “Aturan itu akan mengancam penghidupan 500 ribu orang pengemudi,” ujar perwakilan Uber di Brasil. Parlemen akhirnya membatalkan aturan tersebut. Brasil merupakan pasar ketiga terbesar di dunia bagi Uber.

Sementara di London, Uber juga memiliki harapan untuk dapat beroperasi kembali. “Ada kemajuan dalam pembicaraan dengan regulator di London,” ujar Khosrowshahi. Sebelumnya, otoritas setempat tak memperpanjang izin operasi Uber di sana. Padahal, layanan taksi Uber di London memiliki mitra pengemudi sebanyak 40.000 orang.

Uber yang berdiri pada 2009, kini telah beroperasi setidaknya di 60 negara. Kapitalisasi perusahaan ini ditaksir mencapai 70 miliar dolar AS.

(kumparan/tow)

Loading...