Ojek Online di Aceh Diminta Sesuaikan dengan Syariat Islam

Kepala Bidang Lalu Lintas Angkutan (LLA) Dinas Perhubungan Kota Banda Aceh, Zubir mengatakan, Pemerintah Kota Banda Aceh bersama Pemerintah Aceh belum bisa menertibkan transportasi umum online terutama ojek online karena ketiadaan regulasi dari pusat yang mengatur.

“Yang baru ada prosedur hukum adalah taksi online (Grab Car ). Sementara untuk ojek online di pusat pun belum mengaturnya. Jadi yang kita atur saat ini khusus untuk taksi online atau khusus untuk mobil. Kami telah berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan Provinsi Aceh mulai 1 Februari 2018 mulai kita tertibkan,” katanya saat dikonfirmasi aceHTrend beberapa waktu lalu.

Menurut Zubir, regulasi terkait ojek online sedang disusun oleh pemerintah pusat, setelah peraturan tersebut nantinya keluar baru kemudian pihaknya di daerah bisa mengikutinya.

Sebab, katanya, jika daerah langsung membuat regulasi atas pertimbangan kearifan lokal tanpa menunggu turun regulasi dari pusat maka hal itu bisa bertentangan.

“Karena ojek online tersebut muncul atas intruksi Presiden Jokowi ke Menteri Perhubungan agar dilegalkan. Saat ini Menteri Perhubungan sedang membuat regulasinya. Jadi saat ini yang menjadi fokus kami Hanya di taksi online,” jelasnya.

Baca Juga :  Rampungkan Persoalan Angkutan Online, Dishub Jabar Bentuk FGD

Baca:

Tarif

Perbedaan tarif antara transportasi konvensional seperti becak dengan transportasi online memang kerap menuai masalah, sebab pelanggan akan memilih transportasi bertarif rendah seperti yang dipraktikkan oleh transportasi online. Kondisi ini tentu saja membuat tukang becak merugi hingga berujung pada sikap protes seperti aksi yang dilakukan di kantor Gubernur Aceh beberapa waktu lalu.

“Kalau masalah ini ada di tarif. Kenapa orang memilih naik ojek online, atau taksi online karena tarif mereka lebih murah. Sebab di Peraturan Menteri sudah diatur, untuk wilayah Sumatera ada tarif batas bawah dan batas atas, batas bawahnya Rp 5000 dan batas atasnya Rp 6300. Misalnya taksi online, dari pusat memang sudah ditentukan jika tarif paling rendah Rp 5000 ribu, sekarang mereka buat tarif RP 3000, dari mana becak nggak menjerit sementara becak tarif minimal Rp 3500,” katanya.

Baca Juga :  Order Fiktif Grab Makin Parah, Kali ini Terjadi di Mojokerto

Namun, katanya, apabila tarif kedua jenis transportasi ini sudah disejajarkan maka mereka akan bersaing sehat.

Dinas Perhubungan Kota Banda Aceh kata Zubir sudah pernah berapa kali duduk dengan transportasi konvensional seperti becak. Pihaknya mengajak agar pebecak agar masuk ke perusahaan online untuk mengikuti perkembangan zaman, karena kemajuan teknologi tidak mungkin bisa bendung.

“Tapi kalau memang mereka masih di konvensional ya silahkan tapi tarif bersaing. Tapi kita sedang berusaha untuk membujuk mereka untuk ikut ke online,” jelasnya.

Selain persoalan tarif, Zubir juga mengungkapkan jika pebecak mengeluhkan etika oknum driver ojek online dalam mencari pelanggan.

“Terkadang mereka (pebecak) pangkalannya di tempat A, B dan C. Tiba-tiba orang ojek online ketika ditelpon oleh konsumen langsung merampas yang di pangkalan. Makanya pebecak marah. Jadi sampai ke suasana hati mereka itu kami sudah dapat. Jadi mereka keluhnya seperti itu,” unkapnya.

Sayariat Islam
Keluhan pebecak terhadap ojek online tidak hanya pada tarik dan cara menjemput konsumen, tapi juga urusan syariat Islam. Hal itu diungkapkan Zubir berdasarkan keluhan para pebecak ke pihaknya.

Baca Juga :  Catat, Ini Prosedur Perubahan SIM A Jadi SIM A Umum

“Orang becak sempat mengeluh persoalan sayriat Islamnya. Karena, ada perempuan pakai celana duduk ngangkang saat menggunakan jasa ojek online. Kan secara etika dan keagamaan tidak etis sementara itu kami dari Dinas Pehubungan tidak bisa mengambil sikap sendiri melainkan harus berkoordinasi dengan orang dinas Syariat Islam,” katanya.

Zubir juga mengaku jika pihaknya sudah menyampaikan keluhan tersebut ke ojek onlie. Namun, untuk lebih jauh pihaknya belum bisa mengatur karena peraturan di pusat belum ada.

Untuk itu dia berharap, agar pihak perusahaan ojek online bisa menyesuaikan dirinya dengan syariat Islam yang ada di Aceh seperti tidak menganjurkan konsumen perempuan duduk ngangkang, motornya tidak cakung yang tempat duduknya tinggi ke atas sehingga saat direm merapat dada perempuan ke punggung pengendara.

“Nanti setelah keluar Peraturan Menteri tentang ojek online akan kita koordinasikan dengan syariat Islam tentang hal ini,” katanya.

(jeumpanews/tow)

Loading...