Terhitung mulai tanggal 1 November 2017, revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek resmi diberlakukan.
Beberapa revisi yang terlihat ramai diperdebatkan oleh masyarakat dalam sosial media karena dinilai tidak berpihak kepada masayarakat antara lain adalah soal batasan trayek transportasi online. Dalam revisi peraturan tersebut disebutkan bahwa taksi online tidak boleh beroperasi di luar wilayah tempat dikeluarkannya Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.
Revisi terbitan Kementrian Perhubungan yang dikepalai oleh Budi Karya Sumadi ini terlihat aneh dan rentan terhadap pungli. Teknologi yang seharusnya memudahkan masyarakat justru membuat masyarakat menjadi ribet dan menyusahkan. Contoh sederhanaya adalah masyarakat tidak bisa lagi menggunakan taksi online apabila hendak melakukan perjalanan dari Bandung ke Jakarta atau sebaliknya.
Sibuk memperketat peraturan bagi transportasi online, mentri Budi Karya Sumadi lupa mengatur transportasi konvensional agar melakukan revitalisasi. Kondisi tranportasi konvensional terlihat tetap tidak ada perubahan dalam hal pelayanan.
Di Jakarta misalnya, masih banyak bus yang kondisinya sudah tidak layak jalan seperti KOPAJA dan Metromini. Hal ini diperparah dengan kelakuan sopir bus yang suka ngebut- ngebutan dan kerap ngetem sembarangan sehingga acap kali membuat kemacetan di sepanjang jalan.
Mentri Budi Karya Sumadi tidak salah apabila anda hendak mengatur dan menertibkan angkutan daring. Tapi alangkah lebih baiknya jika dilakukan juga pengaturan terhadap angkutan konvensional.
Karena banyak hal yang harus dibenahi dalam transportasi konvensional seperti melakukan peremajaan bus karena banyak kendaraan yang sudah tidak layak jalan, ngetem sembarangan, perilaku supir bus yang suka ugal- ugalan di jalan yang dapat membahayakan nyawa penumpang serta taat terhadap peraturan lalu lintas. Selain itu, tidak sedikit bus- bus angkutan konvensional seperti Kopaja dan Metromini yang menyerobot masuk ke dalam jalur busway.
Peraturan yang dibuat seyogianya haruslah menguntungkan dan membebaskan masyarakat untuk memilih apa jenis angkutan yang mereka inginkan. Dalam polling yang dilakukan oleh Pikiran Rakyat, mayoritas warga lebih memilih transportasi online karena dinilai lebih efektif untuk mendukung mobilitas kegiatan warga sehari-hari. Adapun jumlah warga yang memilih transportasi konvensional seperti angkutan kota (angkot) sangat minim.
Polling tersebut menjaring opini masyarakat terkait kebutuhan mereka terhadap angkutan umum. Polling yang dimulai pada 10 Oktober 2017 lalu melalui website dan twitter Pikiran Rakyat.
Responden diberikan beberapa pilihan pertanyaan,“Jika harus memilih kendaraan untuk mobilitas sehari-hari saat ini, apa yang akan Kamu pilih?”.
Hasil polling di akun twitter @pikiran-rakyat diikuti sebanyak 1.195 warga tersebut ternyata cukup mencengangkan. Hasilnya adalah 38 persen diantaranya memilih angkutan umum online, sementara 36 persen lainnya memilih kendaraan pribadi, 19 persen lainnya memilih menggunakan sepeda sedangkan sisanya 7 persen warga memilih angkutan umum konvensional.
Berkaca dari hasil polling tersebut, meskipun tidak merepresentasikan pendapat seluruh warga Indonesia. Hendaknya Mentri Budi Karya Sumadi tidak hanya fokus pada aturan transportasi daring, namun mengabaikan aturan transportasi konvensional yang terkesan tidak mau berbenah dan justru melakukan aksi premanisme.
Di Balikpapan misalnya, usai menggelar aksi menolak transportasi online, para awak angkot konvensional melakukan pemukulan dan membakar jaket pengemudi ojek online. Sementara itu di Bandung para sopir angkutan daring tiba- tiba didatangi dan diintimidasi oleh sekelompok orang. Tidak berhenti pada tahap intimidasi, para ojek pangkalan di Jatinangor misalnya menggembosi ban motor ojek online.
Dalam beberapa kesempatan mentri Budi Karya Sumadi menegaskan tidak aka menutup transportasi online, tapi apabila melihat kondisi tersebut jangan sampai timbul pemikiran dalam masyakat bahwasanya pemerintah mendukung kehadiran transportasi online tetapi tidak mampu mengatur angkiutan konvensional.
(Peduli Transportasi Online)