Keraguan Publik Menerima Skuter Listrik

Tabur bunga untuk Wisnu (18) dan Ammar (18) di Gerbang 3, Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Minggu (17/11/2019).

Skuter listrik yang hadir di tengah-tengah warga pada awalnya didesain sebagai moda transportasi alternatif. Namun, pada perkembangannya, skuter banyak dipakai untuk kebutuhan lain di jalur yang bukan peruntukannya.

Keberadaan skuter listrik dalam mendukung sistem transportasi ramah lingkungan masih menuai pro dan kontra. Alat mobilitas pribadi itu dipercaya mampu mendukung kegiatan warga sehari-hari dalam menempuh perjalanan jarak pendek. Masalahnya, masih belum ada regulasi yang mengatur moda transportasi tersebut.

Karena itu, aspek keselamatan skuter listrik belum terjamin. Begitu juga dimensi, kualitas klakson, lampu, atau helm belum terstandardisasi. Di sisi lain, sarana jalan dan budaya berlalu lintas sejauh ini belum mendukung penggunaan transportasi semacam skuter listrik. Meskipun jalur sepeda mulai dibangun tahun ini secara bertahap, keselamatan penggunanya belum terjamin karena masih banyaknya pengendara kendaraan bermotor yang menerobos jalur ini.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi berpendapat, penggunaan skuter listrik cocok di kawasan lingkungan, seperti Gelora Bung Karno (GBK), Ancol, atau Taman Mini Indonesia Indah. Namun, untuk jalan raya atau tempat umum lain, penggunaan skuter listrik masih diragukan karena kurangnya pengawasan.

Baca Juga :  Tambah Persaingan Driver Grab, Garda Tolak Layanan Antar Barang dengan GrabWheels

”Dengan kondisi infrastruktur kita saat ini, penggunaan skuter listrik di jalan raya atau tempat umum masih menuai lebih banyak bahaya dibanding keuntungan. Jalur sepeda yang ditandai dengan marka tidak menjamin keselamatan pengguna. Kesadaran masyarakat untuk mematuhi marka jalan masih rendah,” ujar Budi, Rabu (20/11/2019), di Jakarta.

Skuter turut ambil bagian dalam Karnaval Jakarta Langit Biru di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Minggu (27/10/2019). Acara yang diadakan oleh Pemprov DKI Jakarta dengan PLN ini bertujuan untuk mewujudkan lingkungan bebas polusi dengan pemakaian kendaraan bertenaga listrik.

Saat ini, pihak kepolisian belum bisa menindak pengguna skuter listrik karena belum adanya regulasi yang mengaturnya. Mereka hanya bisa mengimbau pengguna tidak menggunakan skuter listrik di jalan raya. ”Jika sekarang, misalnya mau menyita otopet, apa dasar hukumnya? Sementara kami hanya beri teguran,” ujar Kepala Subdirektorat Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Fahri Siregar pekan lalu.

Seperti diberitakan sebelumnya, enam pengguna skuter listrik GrabWheels tertabrak mobil di jalan layang Senayan, Jakarta, Minggu (10/11/2019) dini hari. Dua pengguna skuter listrik meninggal dunia setelah peristiwa itu. Dari pemeriksaan polisi, pengemudi mobil dalam pengaruh alkohol saat kejadian.

Baca Juga :  Sewakan Skuter Listrik Minus Regulasi, Operator Diminta Bertanggung Jawab

Setelah insiden itu, manajemen Grab Indonesia berupaya memperbaiki standar keselamatan skuter listrik. Salah satunya dengan mengenakan denda sebesar Rp 300.000 terhadap pengguna skuter listrik GrabWHeels. Pengguna juga harus mengenakan helm, tidak boleh berboncengan, dan membiarkan anak di bawah umur mengendarai skuter itu.

”Kami ingin skuter bisa digunakan seterusnya. Karena itu, Grab akan memperkenalkan standar keselamatan tambahan, yaitu educate (mengedukasi), melengkapi, dan enforce (menegakkan),” kata Kepala Hubungan Masyarakat Grab Indonesia Tri Sukma Anreianno.

Revisi undang-undang

Menurut Budi, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan belum mengakomodasi kendaraan sejenis skuter listrik. Berdasarkan peraturan tersebut, kendaraan hanya diklasifikasikan dalam dua kategori, yakni kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor.

Budi menjelaskan, skuter listrik sulit dianggap sebagai kendaraan bermotor. Skuter tidak bakal lulus uji tipe karena tidak memenuhi aspek keselamatan lalu lintas. ”Kalau skuter dilakukan uji tipe, jelas enggak lulus. Lampunya belum tentu ada. Klakson dan dimensinya juga tidak memenuhi syarat,” ujarnya.

Baca Juga :  Dishub DKI Minta Grab Buat Sensor Otomatis Larangan Skuter Melintas di JPO

Selain itu, skuter listrik juga sulit dianggap sebagai kendaraan tidak bermotor karena kecepatannya bisa lebih dari 20 kilometer per jam. Budi menjelaskan, yang dianggap kendaraan bermotor adalah kendaraan yang kecepatan minimalnya 20 km per jam di jalan rata dan 25 km per jam di jalan menanjak.

Tempat parkir skuter listrik yang disediakan aplikasi Grab di Mal fX Sudirman, Jakarta Selatan, Selasa (12/11/2019). Sebagian besar skuter listrik tidak disertai dengan helm.

”Undang-Undang 22/2009 belum berorientasi pada jenis transportasi seperti skuter listrik. Mungkin kita perlu kategori kendaraan lain yang bisa mengakomodasi jenis kendaraan listrik seperti skuter,” kata Budi.

Ia menambahkan, ada kemungkinan pihaknya merevisi UU 22/2009 ke depan. Untuk sementara, pihaknya sedang menyusun surat edaran yang ditujukan sebagai pedoman kepada dinas perhubungan bagaimana mengatur keberadaan skuter listrik. Surat edaran yang diharapkan selesai pekan depan itu salah satunya memperbolehkan penggunaan skuter listrik di kawasan rekreasi, seperti GBK, Ancol, dan Taman Mini Indonesia Indah.

Setelah itu, Kementerian Perhubungan berencana merumuskan aturan berupa peraturan menteri. Diharapkan, peraturan menteri itu bisa diterapkan pada 2020.

(Oleh: Ayu Pratiwi/Kompas.id/transonlinewatch)

Loading...