Era Digital, Gojek Tebar Semangat Inovasi

Pemanfaatan teknologi inklusif mendorong kontribusi Gojek terhadap perekonomian Indonesia, lantaran itu perusahaan transportasi daring itu coba menularkan semangat inovasi. Foto/Dok

Pemanfaatan teknologi inklusif mendorong kontribusi Gojek terhadap perekonomian Indonesia. Menurut riset terbaru, Gojek telah berkontribusi sebanyak Rp55 triliun ke ekonomi Indonesia pada 2018. Demikian disampaikan VP of Corporate Affairs Michael Reza Say dalam Seminar sesi pertama bertajuk “Inovasi dan Disrupsi Industri 4.0”.

Seminar tersebut merupakan rangkaian Millenial Fest Industri 4.0 yang digelar pada tanggal 3-5 Oktober 2015 di Ballroom Hotel Adimulia, Kota Medan. Seminar diselenggarakan untuk menyambut Munas XIII KAGAMA yg diselenggarakan pada 14-17 November di Bali.

Selanjutnya akan digelar seminar sesi kedua, dan sesi ketiga pada Jumat (4/10/2019). Dalam seminar bertajuk “Inovasi dan Disrupsi Industri 4.0” itu, Michael membabar riwayat Gojek hingga menjadi unicorn seperti sekarang ini.

Menurutnya di era sekarang ini, banyak masyarak yang masih menolak kehadiran teknologi karena tidak bisa menggunakannya dengan baik. Dia mencontohkan Gojek lahir sebab berkembangnya teknologi, dan adanya masalah sosial di Jakarta pada 2010.

Saat itu Founder Gojek Nadiem Makariem melihat mobilitas di perkotaan semakin padat, kurangnya ketersediaan lapangan pekerjaan, dan keterbatasan akses di sektor informal. Nadiem, melalui garasi sewaan di Jalan Kerinci, Jakarta, membuat platform untuk mengakomodasi para tukang ojek agar ada solusi untuk inefisiensi dan keterbatasan akses tersebut.

“Tahun 2015 ternyata hampir 80 persen dari orang yang antar barang, adalah makanan. Ada peluang. Lalu kita kembangkan Go Food di 2016. Sebelumnya kami hanya punya tiga layanan; Goride, Gosend dan Gomart,” ungkapnya.

Gojek, kata Michale, selalu melihat perkembangan. Pada 2016-2017 tren di Indonesia adalah pembayaran. Hal tersebut dilihatnya sebagai peluang, Gojek lantas meluncurkan fitur Gopay. “Saat itu kita sudah jadi unicorn. Dan sekarang mejadi kebanggaan Indonesia karena kita juga beroperasi di luar negeri,” ujarnya.

Michael menilai, banyak orang yang menolak kehadiran teknologi karena kurang memanfaatkannya dnegan baik. Dia mencontohkan Bu Nanik, salah satu mitra Gojek yang menyediakan makanan olahan pisang.

Sebelum bermitra dengan Gojek, Bu Nanik hanya mampu menjual 100 an pisang per hari. “Dengan Gojek, sekarang Bu Nanik bisa menjual pisang ribuan. Omsetnya miliaran. Terakhir kemarin ketemu, anaknya dikuliahkan di UK,” ungkap Michael.

Di Medan, kata Michael, Gojek juga memberi dampak signifikan terhadap sektor ekonomi. Pada 2018 tercatat Gojek telah berkontribusi sebanyak Rp1,8 triliun.

Hal senada disampaikan oleh Imam Wahyudi yang merupakan pengamat millenial mengatakan inovasi dibutuhkan dalam menghadapi era revolusi industri 4.0. Namun demikian, dia mengajak masyarakat untuk tidak sekadar melihat aspek perkembangan manufaktur dan pertumbuhan ekonomi.

Alumus FISIPOL UGM itu mengajak masyarakat untuk melihat aspek perubahan gaya hidup yang terjadi akibat pesatnya perkembangan teknologi. “Pengguna medsos aktif di Indonesia sebanyak 130 juta jiwa. Selain millenial, penggunanya juga generasi kolonial (tua-red). Gaya hidup kita berubah, apa-apa internet. Dan nanti apa yang akan kita lakukan?” tanya Imam.

(sindonews/transonlinewatch)

Loading...