Yuk Mampir, Ini Dia Tempat Ngeteh Gratis Driver Ojek Online di Bilangan Tamansari Jakbar

Tradisi minum teh secara cuma-cuma dari Kapiten asal Cina bernama Gan Dji pada era Batavia, masih dilakukan hingga saat ini. Bertempat di Pantjoran Tea House, Jalan Pancoran Nomor 4, Pinangsia, Tamansari, Jakarta Barat, siapapun bisa menuangkan teh yang disediakan di depan kedai.

Berdasarkan pantauan media di lokasi, sebuah meja panjang berdiri di depan kedai dengan delapan teko blirik dan beberapa gelas. Di atas meja, terdapat sebuah papan akrilik bertuliskan ” TRADISI PATEKOAN (8 TEKO). SILAHKAN MINUM. TEH UNTUK KEBERSAMAAN. TEH UNTUK MASYARAKAT”.

Operasional and Bussiness Development Manager Pantjoran Tea House, Zain Zuhri, mengatakan, siapa saja bisa meminum teh yang disajikan mulai pukul 08.00-19.00 WIB.

“Kita meneruskan tradisinya. Sejarah Patekoan itu, Pa artinya delapan, Tekoan itu artinya teko. Berarti delapan teko, filosofi awalnya,” kata Zain. Pada era Batavia, tradisi yang dimulai oleh Kapiten Gan Dji dengan istrinya tersebut bertujuan untuk memberikan teh gratis kepada masyatakat menengah ke bawah yang kerap lewat.

Baca Juga :  Hoaks! Ojol Dilarang Angkut Penumpang di Atas Jam 9 Malam

Sasarannya yakni pedagang gerobak, pedagang panggul, kuli-kuli dan lainnya. Namun, saat ini, peminum teh gratis tersebut mulai berubah mengikuti perkembangan zaman. “Rata-rata banyakan turis-turis, ekspat-ekspat, para ojol ( ojek online), ya orang sekitar Glodok juga pasti sudah tahu lah. Kalau dari orang luar Glodok, biasanya sebelum minum nanya dulu bener enggak gratis,” kata dia.

Racikan rahasia Dikenal sebagai tempat bersejarah, Zain mengatakan, Pantjoran Tea House tak menghitung berapa kali melakukan pengisian ulang selama hampir satu hari menyediakan teh gratis. Ia pun enggan membocorkan jenis teh yang disediakan. “Kita enggak boleh kasih tahu. Dari awal sama. Yang mana dari menu-menu kita kan enggak mungkin kita kasih tahu,” kata dia.

Baca Juga :  Dua Alasan Pemerintah Enggan Menjadikan Ojek Online sebagai Angkutan Umum

Zain menilai, tradisi Patekoan tidak memiliki tujuan untuk menarik peminat ke Patjoran Tea House. Sebab, pasar kedai itu sendiri memiliki segmentasi berbeda dengan kelas teh premium seharga Rp 40.000-Rp 70.000.

Jenis teh ada yang diimpor seperti Chinese tea, Japanese tea, European tea, dan tak ketinggalan teh Indonesia. “Beda lah segmennya. Kalau di sana (Patekoan) segmennya berbagi, bukan buat biar sales tinggi,” kata Zein. Emma, seorang peminum yang datang mengatakan, telah mengetahui adanya teh gratis. Ia datang dari Kampung Rambutan dan baru pulang belanja di kawasan Glodok, tak jauh dari Pantjoran House.

“Sudah tahu ini sebelumnya. Zaman muda pernah ke sini. Sambil nunggu dijemput keliling-keliling cari jajan di sini (dan), mampir ke sini, minum,” kata Emma. Ia datang bersama putrinya yang baru pertama kali ke sana sekaligus memperkenalkan tradisi Patekoan. Meski telah berkali-kali ke sana, Emma mengatakan, tidak bisa menebak jenis teh yang diminum.

Baca Juga :  Ayo! Bantu Kawal Uji Materi UU No.22/2009 di MK Besok

“Enggak tahu ya apa ini. Mungkin teh cina ya,” terka dia. Daya tarik Patekoan juga dinikmati oleh Ferdi dan teman-temannya yang melintas. Siswa SMA di kawasan Pinangsia tersebut baru pertama kali ke sana, karena informasi temannya.

“Baru (pertama kali). Tahu dari dia nih, katanya minum sini gratis. Ya sekalian lewat saja ke sini,” kata Ferdi.

(kompas/tow)

 

Loading...