Taksi Online Tak Terbendung, Taksi Konvensional Tinggal Pilih Beradaptasi atau Ditinggalkan Pelanggan

Rahman tampak senang. Dia hanya mengeluarkan uang Rp 20 ribu ketika membayar tarif taksi dari rumahnya di Jalan H Hasan Basri Banjarmasin ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin. Biasanya, Rahman menggelontorkan uang mencapai Rp 50 ribu sekali tujuan.

“Sekarang dengan hadirnya taksi online di Banjarmasin sangat membantu kami yang kesusahan seperti ini,” ujar Rahman, Jumat (21/7) kemarin. Rahman tiap dua minggu sekali rutin membawa orangtuanya cuci darah di RSUD Ulin Banjarmasin.

Selain kemudahan yang didapat. Menurutnya taksi online juga tarifnya sangat terjangkau. Belum lagi taksi online mau menjemput ke rumahnya yang berada di pelosok gang. “Kalau bukan taksi online biasanya tak mau masuk ke gang. Jika mau pun tarifnya akan bertambah,” terangnya.

Apalagi taksi online keadaannya cukup bersih, sehingga menambah kenyamanan dalam bertransportasi. “Dengan taksi online saya dapat berhemat. Biasanya dalam sepekan saya mengeluarkan Rp 200 ribu mengantar orangtua ke rumah sakit. Sekarang hanya berkisar Rp 80 ribu sampai Rp 100 ribu,” ucapnya.

Baca:

Yuli juga menilai kehadiran taksi online sangat memudahkannya ketika ada hal mendadak seperti mengantar keluarga yang harus dibawa ke rumah sakit. “Biasanya taksi yang sedan itu susah masuk ke sini. Jarang sekali mau jemput. Padahal taksi begitu dibutuhkan ketika ada persolan mendadak,” sebut warga Sungai Andai Banjarmasin Utara ini.

Dia berpendapat, zaman yang sekarang terus bertransformasi dan beberapa kemudahan dapat dilakukan melalui ponsel pintar. Sudah suatu kewajaran masyarakat memilih yang mudah, apalagi murah. “Tarifnya pun jauh lebih murah. Maklum saja masyarakat memilih yang demikian,” ujarnya.

Selain pendapatan yang cukup menggiurkan, Rifa memilih jadi sopir taksi online karena juga ingin memudahkan masyarakat. Rifa baru sekitar 1 bulan terakhir menekuni profesi ini. Namun, keuntungannya cukup lumayan. Dia mengungkapkan ketika weekend bisa membawa pulang fulus sekitar Rp700 ribu. “Kalau hari biasa rata-rata sekitar Rp 200-300 ribu per hari setelah dipotong uang BBM,” bebernya.

Selain penghasilan dari orderan mengantar penumpang, juga ada insentifnya. Khusus taksi online yang diikutinya saat ini, ketika dalam sehari bisa mendapat pelanggaan dengan jumlah tertentu, sang sopir akan mendapatkan insentif tambahan. Misal dalam sehari bisa mendapat 7 pelanggan, insentif yang didapat sopir Rp 75 ribu. Sedangkan mendapat 9 pelanggan, sopir mendapat Rp 175 ribu.

Bahkan, ketika dalam sehari mendapat 12 penumpang, sang sopir mendapat insentif Rp 300 ribu. “Ketika akhir pekan mendapat 12 penumpang sangat mudah. Kalau hari biasa paling banter 7 penumpang,” ungkap pria yang saat ini sedang kuliah di perguruan tinggi negeri di daerah ini.

Musim liburan sekolah lalu, Rifa sempat kewalahan. Penumpang yang menghubunginya lewat sistem yang sudah didaftarkannya di ponsel pintarnya itu berbunyi setiap satu jam. “Kalau tarif seputaran dalam kota seperti ke Duta Mall paling banter berkisar Rp 18-20 ribu. Meski kecil, saya tak bisa menolak, karena berhubungan dengan insentif tadi,” terangnya.

Kalau taksi non online, tarif yang ditawarkan memang sudah ada. Namun, bedanya cukup lumayan. Untuk seputar kota saja, tarifnya bisa mencapai Rp50 ribu. Jika tujuan ke Bandara Syamsudin Noor, tarifnya sekitar Rp 120 ribu. “Kalau dengan taksi online saya biasanya tarifnya berkisar Rp 70-80 ribu saja,” ungkapnya.

Sopir taksi online lainnya, Iwan, menilai kemajuan zaman dan teknologi sekarang mau tak mau siapapun harus siap bersaing. Masyarakat pasti lebih memilih yang membuat mudah mereka. “Sekarang dengan ponsel pintar kemudahan didapat. Apalagi rata-rata masyarakat memiliki ponsel pintar,” katanya.

Iwan kebetulan punya mobil di rumah yang tak terpakai. “Mending saya usahakan. Saya juga membantu masyarakat, bukan mempersulit masyarakat,” tuturnya.

Aksi sweeping bagi sopir taksi online memang membuatnya cemas. Buktinya, dia sekarang tak berani asal ambil order penumpang. “Saya berharap, pemerintah punya solusi soal ini. Kami juga membantu masyarakat yang memilih kemudahan terlebih tarifnya murah,” tuntasnya.

Beradaptasi atau Ditinggalkan

Jejeran parkir taksi Kojatas memanjang di Jalan Bank Rakyat Banjarmasin. Kemunculan taksi online akhir-akhir ini di Banjarmasin semakin membuat suram usaha taksi yang sempat jaya pada tahun 1980-an sampai 1990-an itu. Di tempat ini, selain tempat mangkal taksi Kojatas, Banjar Taxi juga ngetem.

Sopir Kojatas, Iyus, mengakui persaingan semakin sengit. Sebelumnya, profesinya sudah terdesak oleh taksi gelap dan travel. Kini ditambah dengan kehadiran taksi online.

Iyus sudah menggeluti usaha ini sejak 20 tahun silam. Menurutnya, penumpang yang memakai taksi Kojatas terus merosot. Contohnya, Jumat (21/7) kemarin, ada beberapa sopir yang terpaksa bergadang demi mendapat penumpang. Namun, hingga pagi penumpang yang ditunggu juga tak ada. “Pemerintah harus secepatnya mengambil sikap. Jangan sampai usaha yang kami geluti saat ini terancam,” ujar Iyus, kemarin.

Menurutnya, usaha yang digelutinya ini sebenarnya turut menghasilkan pendapatan daerah. Untuk mendapat trayek, mereka membayar ke pemerintah daerah. Belum lagi harus bayar izin KIR. “Kalau pelaku usaha taksi online boro-boro membayar itu, SIM saja A Umum. Kami SIM A khusus angkutan,” ucapnya. Untuk angkutan, plat kendaraannya juga harus kuning.

Iyus sendiri ngotot tak mau ikut mendaftar taksi online yang sebenarnya kini lebih diminati. “Ini usaha kami sejak lama. Kami tak ingin usaha kami hilang,” ucapnya.

Kepala Dinas Perhubungan Kalsel, Rusdiansyah, mengaku pihaknya sampai saat ini belum menerima adanya pengajuan izin dari pelaku taksi online. “Kami belum mengeluarkan rekomendasi. Izin harus dari gubernur langsung setelah mendapat masukan dari pelaku taksi di daerah ini,” kata Rusdi.

Pengamat ekonomi Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Arif Budiman, berpendapat bahwa keberadaan taksi online sudah suatu keniscayaan saat bertransformasinya zaman ke dunia gadget. Dari sisi kacamata ekonomi, menurutnya, masyarakat mendapat alternatif terbaik melalui taksi online ini. Sehingga masyarakat bisa memilih opsi terbaik diantara pilihan taksi lain.

Selain tarif yang murah didapat konsumen, kenyamanan penumpang pun akan didapat. “Selain sangat gampang dijangkau oleh masyarakat, yang terpenting pula transparansi harga bisa dilihat langsung oleh penumpang melalui gadget mereka. Jadi, tak ada kebohongan soal harga,” ujar Arif.

Jika tak melakukan terobosan di tengah kondisi saat ini, dia menyakini taksi reguler lambat laun akan semakin ditinggalkan. “Selain kenyamanan didapat karena mobilnya masih baru, image yang baik pun akan didapat penumpang karena turun dari mobil seperti milik pribadi,” tambahnya.

Untuk itu, pelaku usaha taksi reguler jangan memaksakan diri dan terlena seiring perubahan zaman yang semakin cepat ini. “Saat ini taksi reguler mendapat kompetitor riil. Tak beradaptasi dan punya terobosan, mereka akan lenyap,” yakinnya.

(prokal/tow)

Loading...