Rhenald Kasali Bicara Bagaimana Memahami Disrupsi dan Pentingnya Melakukan Shifting

Disrupsi atau perubahan yang terjadi di berbagai lini kehidupan memiliki dampak negatif jika tidak disikapi dengan baik dan adaptif. Termasuk dalam kegiatan ekonomi, di mana selama ini disrupsi sudah dirasakan bahkan jadi kekhawatiran pelaku usaha.

Guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Rhenald Kasali mengungkapkan, mereka yang sadar terhadap disrupsi akan segera melakukan shifting. Shifting ini bukan sekadar dari offline ke online, tetapi lebih luas dari itu karena kini ada yang namanya platform.

“Saya khawatir, pembicaraan kita tentang tutupnya toko-toko itu menjadi pikiran banyak orang bahwa shifting itu dari offline ke online. Dari taksi konvensional ke taksi online.

Padahal, shifting terjadi secara menyeluruh dan luas,” kata Rhenald saat acara peluncuran buku terbarunya yang berjudul “The Great Shifting” di Rumah Perubahan, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (21/7/2018).

Baca Juga :  Solidaritas Driver Ojek Online Di Batam Antar Rekannya yang Meninggal Dunia

Rhenald menjelaskan, shifting terjadi juga di sektor kehidupan lain, seperti pendidikan, layanan keuangan, politik, bahkan seks. Dia mencontohkan, sekolah-sekolah terkenal di dunia kini telah menawarkan jasa mereka via online, dengan hanya menjual elemen-elemen tertentu sesuai permintaan konsumen.

“Sama dengan fintech, kalau bank menjual lengkap, fintech hanya menjual remittance atau pengiriman uang,” tutur Rhenald. Beberapa perusahaan yang sadar akan disrupsi mulai melakukan shifting dengan memanfaatkan teknologi terbaru yang tidak lepas dari platform.

Platform ini mengubah sistem bisnis yang terdahulu, karena basisnya teknologi dan sharing, yang membuat investasinya tidak terlalu besar, tidak butuh banyak karyawan serta kantor yang tetap.

Hancurnya asosiasi industri

Baca Juga :  Terharu, Cerita Kejujuran Driver Go-Jek Ini Bikin Penumpangnya Nyesek

Lantas, bagaimana cara untuk melakukan shifting secara tepat? Hal pertama yang perlu dilakukan menurut Rhenald adalah melakukan pemindaian lingkungan dengan melepas kacamata asosiasi industri.

“Kebanyakan teman-teman pengusaha lihat dalam terowongan, terowongan itu asosiasi industri. Platform ini menghancurkan asosiasi industri,” ujar Rhenald.

Asosiasi industri yang sejenis dianggap tidak lagi jadi patokan karena platform sudah membuatnya jadi lintas sektor. Rhenald menyebut Amazon yang kebanyakan orang anggap sebagai perusahaan ritel karena berjualan barang, tetapi sekaligus sebagai banking. Sama halnya dengan Go-Jek yang tidak bisa dibilang perusahaan layanan transportasi semata, karena juga menyediakan layanan perbankan lewat Go-Pay.

Bahkan bisa dipakai membeli makanan hingga berkirim barang dan jasa lainnya. Dengan memperbarui sudut pandang dan pemikiran tersebut, perusahaan bisa melihat lebih luas tantangan serta peluang ke depan.

Baca Juga :  Antisipasi Ganjil Genap Tol Cikampek, BPTJ Siapkan Lahan Parkir

Rhenald mengingatkan, sikap terbuka merupakan kunci utama karena generasi yang lama kerap bersikap abai, bahkan menyalahkan turunnya daya beli sebagai penyebab lesunya usaha mereka ketimbang memahami disrupsi dan melakukan shifting.

“Ketika penjualan turun, ternyata bukan hanya kita, tetapi teman-teman kita, kemudian kita melipur diri dengan bilang daya beli turun, I want to tell you, that not as simple as like that. Lihatlah di tempat lain, apa terjadi secara konsisten. Daya beli turun, semua mengalami masalah, tapi kalau shifting, turun di sini, ada yang naik di sana,” kata Rhenald.

(kompas/tow)

Loading...