Pembatasan Jam Kerja Ojek Online Dibatalkan, Ini Alasan Kemenhub

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI memutuskan batal untuk mengatur jam operasional ojek online (ojol) yang rencananya bakal dibatasi menjadi delapan jam kerja per hari.

Wacana yang tertuang dalam Rancangan Peraturan Menteri (RPM) Perhubungan tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor Yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat tersebut, akhirnya juga menghapus muatan pasal yang mengatur jam kerja setelah banyak ditolak oleh para pengemudi.

Sekretaris Jenderal Paguyuban Gojek Driver Jogjakarta (Pagodja), Wibi Asmara mengutarakan, pasal tersebut memang sejatinya tidak termuat dalam RPM Perhubungan.

Pasalnya, semangat yang diterapkan oleh para pengemudi ketika bekerja memang tidak berlandaskan pada aturan jam.

“Kita sebagai pengemudi ini kan banyak keistimewaan, bisa bekerja semau kita. Yang senang siang ya narik, yang suka malam ya silahkan. Kalau itu malah dibatasi kan kita jadi susah menghitungnya,” kata Wibi saat dihubungi Tribunjogja.com, Senin (25/2/2019).

Baca Juga :  Wow! YouTuber Ini Mau Bikin Helikopter Online

Menurut Wibi, perusahaan sebagai penyedia layanan juga mestinya keberatan jika aturan jam kerja disahkan.

Karena jika pembatasan jam kerja terjadi, sementara pesanan membludak tentu jadi permasalahan lain.

“Ya kita turut apresiasi langkah Kemenhub dalam membatalkan aturan itu. Kalau masalah keselamatan kita tetap akan optimalkan dan utamakan di jalan raya,” tambahnya.

Lebih jauh Wibi menerangkan, dengan kenisbian jam kerja, aturan pembatasan delapan jam tentu menjadi tidak relevan dengan keadaan para pengemudi.

Dijelaskannya, dalam satu hari para pengemudi juga tidak tentu menghabiskan berapa lama di jalan raya ketika beroperasi.

Diantara ojol, kerap pula ditemukan banyak yang melayani pesan antar makanan, di sisi lain ada pula yang kecenderungan banyak melayani antar jemput penumpang.

Baca Juga :  Tak Hanya Driver, YLKI Usulkan Penumpang Ojol yang Merokok Juga Disanksi

“Tidak mesti, kadang teman-teman ada yang bisa cepat kira-kira bisa tujuh atau delapan jam selesai. Kadang juga ada yang lama sampai belasan jam baru selesai karena ambil jarak jauh,” jelasnya.

Untuk upaya keselamatan, Wibi mengatakan sejumlah anggota Pagodja juga telah dibekali pelatihan safety riding dari pihak penyedia layanan, sehingga telah mendapatkan gambaran bagaimana semestinya berkendara yang baik.

Dalam pelatihan, dijelaskan seputar bagaimana mengemudi menurut aturan dan apa saja yang tidak boleh dilakukan ketika sedang di jalan raya.

Pagodja secara swadaya juga menggagas program Go-Rescue, gerakan yang dilakukan untuk menangani jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan (laka) di jalan raya.

Para driver yang berada di lokasi terdekat akan segera membantu penanganan pertama bagi pengemudi yang mengalami laka.

Baca Juga :  Penuhi Kebijakan Grab untuk Buka Rekening Bank Sendiri, Mitra Pengemudi Jadi Rajin Menabung

“Kesehatan juga kita dorong agar selalu dijaga. Itu yang utama sekali,” pungkasnya.

Sementara, seorang pengemudi ojol lainnya, Jundi Al Ashad menjawab, upaya Kemenhub dalam mengatur operasional para pengemudi seharusnya disambut baik.

Karenanya, peraturan yang dibuat tentu berdasarkan pertimbangan yang matang serta perencanaan yang terukur.

RPM Perhubungan, dikatakannya, juga sebagai payung hukum yang akan mengatur landasan para pengemudi ketika bekerja.

“Itikadnya tentu baik, sebagai upaya pemerintah dalam mendukung kelancaran para pengemudi. Tapi mungkin waktunya kurang tepat sehingga banyak yang menolak,” tutup dia.

(tribunnews/tow)

Loading...