Miris, Beredar Larangan Ojek Online di Pasar Beringin Tarakan

Sebuah spanduk bertulis larangan bagi ojek online (ojol) atau ojek berbasis aplikasi terpampang di jalan masuk Pasar Beringin, Kelurahan Selumit Pantai, Tarakan Barat sejak beberapa hari lalu.

“Ojek Berbasis Aplikasi Atau Tidak Mempunyai KTA Ojek “DILARANG” Mengambil Atau Menjemput Penumpang di Wilayah BERINGIN. Apabila Kedapatan, Akan Dikenakan Denda Rp 500.000 Atau Berupa Sanksi Tegas. PENGELOLA PASAR HJ. JUBAIDAH AD,” bunyi tulisan dalam spanduk tersebut.

Anto (29) salah seorang tukang ojek pangkalan (opal) di kawasan Pasar Beringin mengungkapkan, sejak hadirnya ojol sebagian besar pelanggan beralih. Menurutnya, spanduk larangan itu juga didasari keluhan para opal. Mereka juga menyebut jika ojol ilegal.

“Dari awal tahun 2018 kalau tidak salah sejak masuk itu barang (ojol). Terus terang pelanggan kami banyak yang beralih, khususnya para petambak. Terus terang hanya itu harapan kami mangkal di sini walaupun pemasukan tidak banyak, yang jelas setiap hari ada saja dapat pelanggan 2 atau 3. Kalau sekarang dapat satu saja susah sekali,” terangnya, kemarin (6/1).

Baca Juga :  Takut Kualat Istri, Driver Ojek Online ini Tak Ikut Demo

Serupa, Baharuddin (41) menerangkan sejak kehadiran ojol di Pasar Beringin membuat pemasukan opal berkurang. Jika dulu bisa meraup Rp 50-70 ribu per hari, kini hanya Rp 20-30 ribu saja. Menurutnya, hasil saat ini tentu tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarga opal di tengah harga kebutuhan yang semakin mahal.

“Dulu sebelum ada ojek online, walaupun kecil penghasilan kami, cukuplah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Karena kami punya anak istri juga kan, mau dikasih makan, belum lagi setiap bulan ada yang bayar kontak rumah. Jadi hasil itu bisa kita cukupkan saja untuk kebutuhan, walaupun kecil. Sekarang cari Rp 30 ribu saja susah karena semua pelanggan kami disikat sama ojek online ini,” tuturnya.

Baca Juga :  Peduli Driver, Go-Jek Beri Latihan P3K untuk Mitranya

Menurut mereka opal memiliki kumpulan yang jelas yang telah diakui pemerintah. Selain itu, menurutnya sebagian besar anggota ojol merupakan sampingan saja, sedangkan opal sebagai penghasilan utama.

“Izin mereka juga tidak jelas. Tidak bisa beroperasi seenaknya mengambil penumpang kami saja untuk bergabung mangkal di sini ada prosesnya tidak bisa langsung datang mengambil penumpang saja. Kami di sini punya aturan. Apalagi kami mengojek ini kan memang pekerjaan utama kami dari dulu, mereka (ojol) rata-rata orang punya pekerjaan bagus. Kalau rezeki kami juga mereka ambil, jadi nasib kami bagaimana,” jelasnya.

Rasdiansyah (46) seorang petani tambak yang biasa menggunakan jasa ojek jika hendak menuju Pelabuhan Beringin merasa nyaman menggunakan jasa ojol dikarenakan pelayanan yang ramah dan tarif yang jelas. Ia menerangkan, perbedaan pelayanan sangat berbeda jauh dengan opal yang terkesan mahal.

Baca Juga :  Belanja Buku Pakai Go-Pay di Gramedia Dapat Cashback 40 Persen Loh, Begini Caranya

“Kalau saya jelas mendukung adanya ojek online ini. Karena dari pelayanan saja sudah jauh beda. Tarifnya jelas, orangnya ramah. Kalau ojek manual (opal) kadang harga mereka buat sendiri,” terangnya.

Koordinator perwakilan Grab Tarakan Indra Wahyudi yang merupakan salah satu perusahaan berbasis aplikasi yang menaungi ojol enggan berkomentar banyak mengenai pencekalan di Pasar Beringin. Menurutnya pelaku opal memiliki hak untuk berpendapat.

Namun, menurutnya masyarakat juga memiliki hak untuk memilih mana jasa transportasi yang memberi pelayanan terbaik.

“Saya no comment saja yah untuk ini, semua orang memiliki hak, tapi masyarakat yang menilai mana jasa transportasi yang memberikan kemudahan dan kenyamanan. Kalau masyarakat memiliki ojek online, jangan salahkan ojek online-nya,” tukasnya.

Sementara itu, Radar Tarakan belum menerima jawaban dari pengelola Pasar Beringin mengenai spanduk tersebut.

(prokal.co/tow)

Loading...