Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Pataga Yogyakarya: Taksi Online Bikin Taksi Argometer Goyah

Keberadaan taksi argometer di Yogyakarta membutuhkan perhatian dari berbagai pihak. Tarif murah memicu beberapa pengusaha gulung tikar, sedangkan yang lain berusaha bertahan dengan menggandeng mitra strategis

“Kami berusaha bertahan di tengah persaingan dengan taksi online. Usaha transportasi terutama taksi sangat berat. Sejak berdiri tahun 1990 sampai tahun 2000-an menjadi masa kejayaan industri taksi.

Hingga di awal tahun 2016 dan 2017 keberadaan taksi online membuat taksi argometer goyah,” ungkap Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Pataga Yogyakarya Sujarwo Chandra didampingi Sekretaris Hadi Hendro dan Bendahara Rahmadani Iman dalam suatu pertemuan, Senin (21/01/2019).

Sujarwo menjelaskan Pataga sendiri lahir pada tahun 1990 dan beroperasi penuh menjadi taksi berargo tahun 1991 dengan memiliki 57 armada. Hingga tahun 2016 menjadi masa emas perusahaan dan sejak tahun 2017 manajemen mengalami kesulitan manajemen dan terus merugi. Bahkan, koperasi harus menjual beberapa armada dan kehilangan pengemudinya.

Baca Juga :  Duh! Ditabrak dari Belakang, Mobil Taksi Online Terbalik dan Driver Alami Patah Kaki

“Kami masih bisa bertahan saat terjadi krisis ekonomi tahun 1997 dan saat gempa Jateng-DIY 2006. Tapi keberadaan taksi online benar-benar memukul dan pada 11 Mei 2018 melalui DPD Organda DIY, mendapat penawaran kerjasama kemitraan ‘Kawanku Blue Bird’. Hasil RAT seluruh anggota bersepakat untuk mengikuti program kemitraan yang menitik beratkan pada peningkatan layanan dan kualitas SDM,” tandasnya.

Sementara Sekretaris Pataga Yogyakarta Hadi Hendro menjelaskan sesuai Pergub DIY jumlah kuota taksi argometer  di Yogyakarta sebenarnya 1000 unit armada. Namun, berdasarkan informasi grup  pengusaha taksi dan Organda DIY, jumlah armada yang biasanya mangkal di Ambarrukmo Plasa saat ini tinggal 666 unit. Jumlah itu tidak termasuk 100 unit  armada Rajawali Taksi dan sisanya beralih ke plat hitam.

“Peralihan taksi ke plat hitam terjadi di Pataga sehingga ada 20 sopir yang mengangur. Jumlah armada saat ini tinggal 39 unit dan sebanyak 25 unit direkondisi mengikuti program CSR Kawanku Blue Bird. Sisanya 14 unit masih jalan dengan sistem lama,” katanya.

Baca Juga :  Angkat Isu Ojek Online dalam Aksi Mayday, KSPI akan Lakukan Judicial Review UU LLAJ ke MK

Hadi menambahkan meski menjalin kemitraan dengan Blue Bird, namun perusahaan taksi nasional itu tidak menambah armada baru. Semua armada yang direkondisi tetap milik anggota Pataga dengan tarif sesuai dengan aturan. Blue Bird sebagai mitra hanya melakukan pengelolaan manajemen, peningkatan kualitas layanan. Termasuk melakukan pembinaan kepada pengemudi.

“Ini merupakan kegiatan CSR Blue Bird. Kami merasa terbantu untuk membina para pengemudi karena terbentur dana. Pelayanan akan sama seperti standar Blue Bird yang diharapkan bisa meningkatkan pendapatan para pengemudi. Pengemudi sendiri telah mengikuti test dan pelatihan standar Blue Bird. Mereka saat ini memiliki semangat baru untuk pulih,” tandasnya.


Bendahara dan HRD Pataga Yogyakarta Rahmadani Iman menambahkan bisnis transportasi online terutama taksi sangat berisiko. Karena itu, dengan kondisi keuangan saat ini menguatirkan pelayanan kepada masyarakat akan berkurang dan bila diteruskan akan mempengaruhi Yogyakarta sebagai kota pariwisata.

Baca Juga :  Dahsyat! Ojek Online di Kawasan Terminal Purabaya Surabaya Dapat Kantongi Uang Rp 500 Ribu Per Hari

“Kalau koperasi tidak bisa melakukan perawatan armada akan merugikan konsumen dan masyarakat Yogyakarta sendiri. Padahal, rata-rata kemampuan pengemudi saat ini hanya Rp 80-100 ribuan. Kondisi ini sangat merosot karena biasanya pengemudi tidak mengalami memenuhi setoran per hari Rp 300 ribu dan masih bisa membawa pulang hasil sekitar Rp 250-400 ribuan sehari,” tandasnya.

Kondisi itu, kata Iman menyebabkan keuangan koperasi terus mengalami kerugian. Awalnya dengan 59 armada, pengurus bisa mengantongi laba Rp 420 juta per bulan dan saat ini kurang dari Rp 100 juta. Apalagi, saat ini pengurus masih menanggung tagihan dari bank sehingga dikuatirkan tidak mampu melunasi kewajiban bila tidak melakukan langkah strategis berupa kerjasama kemitraan.

(krjogja/tow)

Loading...