Adanya sistem belanja online memudahkan konsumen membeli barang. Penjual juga dengan mudah mengirimkan barang pesanan melalui jasa ekspedisi dan ojek online.
Namun, kemudahan itu membawa kesedihan bagi para porter atau kurir angkut barang di sekitar Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Deni (38), seorang porter di Blok B Tanah Abang, mengatakan pendapatannya menurun ketika masyarakat mulai berbelanja melalui laptop ataupun ponsel mereka.
Baca:
- PT KAI Izinkan Ojek Online dan Pangkalan Parkir di Area Stasiun Tanah Abang
- Bikin Macet, Driver Ojek Online Keluhkan Penataan Tanah Abang
“Biasanya sehari megang Rp 500.000, sekarang buat dapat Rp 200.000 saja susah,” kata Deni kepada media, Senin (12/3/2018). Deni menuturkan, para pemilik kios kini kebanyakan mengantarkan barangnya melalui ojek online. Lambat laun, tenaga para porter di Tanah Abang semakin jarang digunakan. “Pemilik kios langganan biasanya telepon minta dianter barangnya ke ekspedisi, tetapi sekarang pakai online katanya,” ucap Deni lirih.
Bernasib serupa dengan Deni, Suhemi (42) yang menjadi porter di Blok F Tanah Abang selama hampir 10 tahun itu menuturkan, keberadaan aplikasi online membuatnya tak lagi bisa meraup uang banyak. Menurut Suhemi, sejak ramai ojek online yang memiliki fasilitas antar barang, pendapatannya menurun meski tidak menyebutkan besaran penurunannya.
“Susah sekarang, sudah enggak seperti dulu, sekarang bisa ngerokok dulu, tidur dulu. Kalau dulu, baru selesai makan saja sudah disuruh buat ngangkut,” katanya. Namun, masih ada beberapa pemilik kios yang menjadi langganannya untuk tetap mengantarkan barang pesanan ke kios ekspedisi yang ada di sekitar Tanah Abang.
“Ada saja yang masih telepon buat minta dianterin karena sudah percaya sama saya kalau saya yang anter cepat, enggak peduli hujan, jalan terus, yang penting barang sampai tepat waktu,” ucap Suhemi.
Sebagai penjual, Ahmad hanya bisa menuruti keinginan konsumennya. Meskipun dirinya sudah memiliki langganan porter yang biasa ia gunakan jasanya. “Biasanya mereka (porter) kami telepon atau kami panggil, sekarang malah kalau ke sini nanya ada yang mau dianter atau enggak. Kasihan juga, sih,” kata Ahmad.
(kompas/tow)