Cerita Mulyono, Mengenang Saat Nadiem Menghampirinya Sebagai Ojek Pangkalan

Delapan tahun silam, Mulyono yang berprofesi sebagai ojek pangkalan di Kebayoran Baru tiba-tiba didatangi CEO Go-Jek, Nadiem Makarim. Petemuan ini sangat berkesan baginya. Kenapa tidak, setelah pertemuan itu, Mulyono langsung menjadi pengemudi pertama Go-Jek yang dijuluki “Driver 001“.

“Saya waktu itu tidak tahu Nadiem,” kenang Mulyono usai pertemuan pengemudi ojek daring dengan presiden di JIExpo Kemayoran, Jakarta, seperti dilansir Antara Sabtu (12/1).

Driver 001 ini mengenang pernyataan Nadiem pada masa lampau, yang meyakini Go-Jek suatu saat akan dikenal luas di Indonesia. Ia menanggapi optimisme Nadiem dengan rasa ragu. “Saya anggap Nadiem enggak waras,” seloroh dia. “Saya spontan ngomong ‘ah ngaco’,” jelasnnya.

Seiring berjalannya waktu omongan Nadiem terbukti. Saat ini Go-Jek sudah bermitra dengan sekitar satu juta pengemudi ojek. Go-Jek bahkan sudah meluncur ke negara-negara tetangga.

Baca Juga :  Atur Taksi Online, Pemerintah Belajar dari Thailand

Mulyono yang semula menganggap Nadiem ngaco mulai merubah pikirannya. Bahkan Go-Jek sudah dianggapnya sebagai bagian hidupnya. Ia bersama sang istri sama-sama berprofesi sebagai driver Go-Jek.

Karena sangat berkesannya Go-Jek dan Nadiem, Mulyono menamai anaknya sama dengan CEO Go-Jek yang telah merubah hidupnya. Anaknya diberi nama Nadiem Saputra.

Perjuangan awal Nadiem, ujar Mulyono, mengajak teman-temannya di ojek pangkalan untuk bergabung dengan Go-Jek . Dari 15 pengemudi, ada dua orang yang tertarik.

Pada masa itu, semua pesanan disampaikan lewat telepon oleh pusat layanan, yang kemudian mengirimkan alamat konsumen melalui pesan singkat.

“Radius terdekat waktu itu sekitar 7-8 kilometer,” ujar dia, menambahkan masa itu jumlah pengemudi masih sedikit.

Baca Juga :  Tolak Kehadiran Transportasi Online, Taksi Konvensional Demo di Gedung DPRD Balikpapan

Selama tiga tahun, sebelum GOJEK dikenal luas di masyarakat, Mulyono harus menguatkan diri menghadapi intimidasi dari ojek-ojek pangkalan yang menanggapi negatif ajakan untuk bergabung dengan GOJEK.

“Kadang dimaki, dimarahi, pernah dikejar karena ambil orderan di kompleks, pernah diacungi golok, ditimpuk. Sudah makanan sehari-hari selama tiga tahun,” tutur Mulyono.

Mulyono menangan, ada pelanggan yang meninggalkan kesan mendalam di hatinya. Dulu, konsumen bisa meminta supir tertentu menjemputnya lewat pusat layanan. Dia pernah menjadi ojek langganan seseorang berkebangsaan Australia selama setahun.

“Pas pisah, dia nangis kejer, saya dibelikan baju, sepatu sampai jam,” kenang dia.

Sekarang, Go-Jek berkembang tak sekadar jadi alternatif ojek konvensional, tetapi layanan jasa antar barang hingga pengiriman makanan.

Baca Juga :  Tembus Kemacetan, Tri Rismaharini Naik Gojek ke Lokasi Kongres V PDIP di Bali

Sebelum memiliki banyak pengemudi, tarif Go-Jek lebih tinggi ketimbang sekarang. Dia bisa mendapatkan minimal Rp19.000 untuk pesanan jarak dekat.

Semua pemasukan akan ditagih kolektor yang datang langsung ke pangkalan setiap pekan. Puncaknya terjadi pada 2014 ketika pendapatannya meroket tinggi. “Cari Rp400.000 sambil merem juga bisa,” ungkap dia, menganalogikan kemudahan saat itu.

Namun seiring bertambahnya jumlah pesaing, pesanan diakuinya kini berkurang. Tapi itu tidak mengecilkan hatinya untuk terus berprofesi sebagai pengemudi ojek daring. “Pekerjaan dijalani saja dengan ikhlas dan tulus,” ungkapnya.

(merahputih.com/tow)

Loading...