Bawa Dampak Positif, Hasil Riset UI: Gojek Berkontribusi Rp104,6 Triliun ke Ekonomi Indonesia

Ilustrasi, Go-Food. Gojek mencatat transaksi makanan cepat saji naik hingga delapan kali lipat karena pandemi corona.

Kehadiran ekosistem digital Gojek terus membawa dampak positif untuk Indonesia. Pada 2019, Gojek telah berkontribusi ke perekonomian nasional sebesar Rp104,6 triliun. Angka ini merupakan kenaikan dibanding kontribusi Gojek pada 2018 yang mencapai Rp55 triliun.

Dengan metode perhitungan PDB, produksi yang terjadi di ekosistem Gojek selama tahun 2019 setara dengan 1 persen PDB Indonesia. Hal tersebut merujuk kepada riset Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) yang berjudul ‘Peran Ekosistem Gojek di Ekonomi Indonesia Sebelum dan Saat Pandemi COVID-19’ yang dirilis pada Senin (3/8) seperti dilansir dari CNN Indonesia.

Kontribusi ekonomi tersebut merupakan kelanjutan dari kontribusi ekonomi yang dihasilkan oleh mitra Gojek dari lima layanan (GoFood, GoCar, GoSend, GoFood dan GoPay) yang berkontribusi langsung sebesar Rp87,1 triliun, dihitung dari selisih pendapatan mitra sebelum dan sesudah bergabung ke ekosistem Gojek pada 2019.

Terlebih dari itu, Gojek juga dilaporkan telah memberi dampak multiplier (multiplier effect) sebesar Rp17,5 triliun pada sektor informal yang berada di luar ekosistemnya, seperti bengkel yang digunakan mitra pengemudi, atau pedagang pasar yang menjual bahan baku ke mitra GoFood.

Baca Juga :  PSBB, Penumpang GoCar dan GrabCar di DKI Jakarta Hanya Boleh Dua Orang

“Sebanyak 86 persen UMKM di luar ekosistem Gojek seperti bengkel dan pedagang pasar mengalami peningkatan volume transaksi setelah ada Gojek di kotanya. Yang menarik, lebih dari sepertiga UMKM (33 persen) mengaku bisa membuka cabang usaha baru setelah ada Gojek di kotanya. Ini artinya keberadaan platform digital di sebuah kota bisa membuat roda ekonomi bergerak semakin cepat,” ujar Wakil Kepala LD FEB UI Paksi C.K Walandouw dalam keterangan resmi, Senin.

Senada, Peneliti LD FEB UI Alfindra Primaldhi mengatakan riset ini membuktikan proses digitalisasi atau migrasi dari offline ke online efektif meredam dampak buruk perlambatan ekonomi.

“Studi yang dilakukan dalam dua rentang waktu berbeda ini (sebelum dan di masa pandemi COVID-19), memperlihatkan bagaimana ekosistem digital serta ragam bantuan dan inovasi yang Gojek tawarkan terus memperluas peluang penghasilan bagi para pengusaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia. Di sinilah terlihat Gojek memiliki peran penting dalam menciptakan peluang ekonomi,” ujar Alfindra.

Baca Juga :  1 Tahun Komunitas Partner GoFood, Beri Lebih dari 100 Tema Pelatihan

Alfindra melanjutkan, teknologi Gojek memudahkan UMKM untuk migrasi dari offline ke ranah online. Bahkan 40 persen UMKM yang disurvei baru bergabung di GoFood saat pandemi Covid-19 (sejak Maret 2020), dengan rincian 94 persen UMKM berskala mikro dan 43 persen adalah bisnis pemula.

“Ini menunjukkan mudahnya GoFood menjadi platform untuk usaha rumahan digital. Keandalan GoFood sebagai platform pilihan ditunjang dengan temuan riset bahwa selama pandemi mitra UMKM merasa terbantu dengan teknologi Gojek (87 persen), pelatihan dan informasi (77 persen), serta fasilitas lainnya dari Gojek termasuk program pendorong usaha dan paket sanitasi (75 persen),” ujarnya.

Adapun hasil riset LD FEB UI mengungkapkan berkat Gojek, mitra UMKM bisa beradaptasi di situasi pandemi. Dalam waktu kurang dari 3 bulan, UMKM yang baru bergabung di ekosistem Gojek mendapatkan keterampilan baru yaitu skill berjualan online (77 persen), pemanfaatan media sosial untuk bisnis (48 persen), dan kreativitas dalam pemasaran (45 persen).

Baca Juga :  Vaksinasi untuk Pengemudi Ojek Online, Gojek Tunggu Arahan

Bekal tersebut yang membuat sebanyak 90 persen UMKM optimistis bisa pulih dan tumbuh ke depannya dengan terus menjadi mitra Gojek, yang mana mayoritas berencana untuk tetap bermitra setidaknya lima tahun ke depan.

Sebagai informasi, riset LD FEB UI sebelum masa pandemi dilakukan di Jabodetabek, Medan, Palembang, Bandung, Jogja, Semarang, Surabaya, Bali, Makassar dengan menggunakan metode kuantitatif melalui wawancara tatap muka. Sedangkan untuk riset di masa pandemi COVID-19 dilakukan melalui survei online di wilayah yang sama.

(TOW)

Loading...