Tarif Ojek Online Antara Pulau Jawa dan Luar Pulau Jawa akan Dibedakan

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terus menggodok pembiayaan atau tarif ojek online melalui sistem zonasi atau wilayah. Artinya, pemerintah mempertimbangkan adanya perbedaan tarif ojek online antara wilayah Jawa dan luar Pulau Jawa sebagai usulan rancangan peraturan menteri untuk ojek online.

Direktur Angkutan Jalan Kemenhub Ahmad Yani mengatakan, selain menghitung biaya operasi, dalam menentukan tarif ojek online, pemerintah juga akan mempertimbangkan kemauan dan kemampuan membayar ongkos ojek online.

“Kami sudah dapat beberapa hasil riset dan itu nanti jadi acuan kami berapa sebenarnya tarif paling pas untuk aturan tersebut,” kata Yani di Jakarta, kemarin.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi menambahkan, saat ini pemerintah masih mengkaji aturan-aturan itu. Dia menyebutkan, terdapat 11 komponen biaya yang berpengaruh terhadap penarifan ojek online.

Baca Juga :  Taksi Online Alami Kecelakaan Tunggal di Permata Hijau

“Dari hasil kajian yang kita sudah lakukan semacam penghitungan, ada 11 komponen pertimbangan kita untuk tarif ojek online dari biaya langsung dan tidak langsung,” kata Budi.

Sejumlah komponen yang meliputi biaya langsung di antaranya bensin, oli, dan ban. Sedangkan biaya tidak langsung di antara pajak kendaraan serta penyusutan kendaraan.

“Jadi, ada dua variabel biaya langsung dan tidak langsung dengan total 11 komponen. Saat ini kami mendapat angka yang ideal, tapi belum kita keluarkan. Yang kita normakan adalah indikator yang akan (menjadi) guide kita untuk hitung berapa tarifnya,” ungkap Budi.

Selama uji publik rancangan peraturan menteri ojek online di beberapa lokasi, tercatat ada masukkan di dua kota, yakni Makassar dan Semarang, agar tarif ojek online tetap seperti sekarang.

Baca Juga :  Driver Ojol Setuju Pemerintah Pangkas Libur Akhir Tahun 2020, Ini Alasannya

“Jadi masukkan di dua lokasi itu, kalau tarif bertambah, pelanggan dikhawatirkan akan beralih ke angkutan lain. Kalau tarif naik apa masyarakat masih tertarik naik ojek online, mengingat pemerintah juga sedang gencar membangun angkutan massal,” kata Budi.

Adapun untuk penegakan aturan mengenai tarif ini bisa didelegasikan pada pemerintah daerah setempat.

“Jadi, kalau memungkinkan tarif ini per zonasi, kemungkinan kita delegasikan pada pemerintah daerah setempat dengan memperhitungkan 11 komponen tadi,” katanya.

Terpisah, ekonom dari Universitas Indonesia Fithra Hastiadi sebelumnya mengatakan, ojek online sebenarnya berperan sebagai feeder yang menyambungkan masyarakat dengan transportasi publik.

“Kita lihat 40% lebih itu ojek online tujuannya atau destinasinya adalah ke stasiun atau ke terminal terdekat. Kalau kita lihat pembangunan masif LRT dan MRT itu sebenarnya kita masih butuh feeder. Ada potensi zero ridership nantinya,” ucap dia.

Baca Juga :  Dekatkan Diri dengan Masyarakat, Ribuan Ojek Online di Makassar Adakan Sahur On The Road Akbar

Dia menambahkan, ojek online masih dibutuhkan masyarakat selama pemerintah belum bisa membangun feeder dari pusat-pusat stasiun moda angkutan massal.

(okezone/tow)

Loading...