Sering Diintimidasi, Driver Transportasi Online di Palembang Minta Perlindungan Hukum

Kasus pengeroyokan dan penganiayaan pengemudi ojek online di Palembang yang dilakukan oleh pengemudi transportasi konvensional pada Senin, 21 Agustus 2017, berbuntut panjang.

Ratusan pengemudi angkutan online mendatangi Gedung DPRD Sumatera Selatan (Sumsel) untuk menyampaikan aspirasi dan meminta perlindungan dari ancaman selama ini. Terlebih, pada Selasa, 22 Agustus 2017, salah satu pengemudi taksi online ditemukan meninggal dunia karena dirampok.

Asmid, salah satu pengemudi taksi online, mengatakan mereka tidak ingin meminta apa pun selain pengamanan kepada pihak kepolisian dan wakil rakyat. Selama menjalani profesi ojek online, ia merasa selalu diawasi dan terancam, terutama saat melewati beberapa kawasan di Kota Palembang.

“Kami terintimidasi. Mobil kami sering digedor-gedor seperti rampok saja. Pelaku sering main hakim sendiri. Mereka juga merusak kendaraan kami dan menghajar pengemudi online sesuka hati,” ujarnya.

Di beberapa kawasan, Asmid dan teman seprofesinya sering diawasi, seperti di kawasan Kilometer 7 dan Tangga Buntung Palembang. Bahkan, ada yang sengaja bertanya langsung apakah dirinya pengemudi taksi online atau bukan.

Sandi, pengemudi ojek online, pun merasakan hal yang sama. Di beberapa kawasan, mereka tidak boleh mengambil penumpang. Kawasan tersebut disebutnya zona merah dan memang sangat berbahaya jika mereka mencoba masuk ke kawasan tersebut.

“Kami juga cari makan, ditambah bonus kecil, sehingga pendapatan minim. Kalau kami tolak orderan di zona merah, kami bisa dipecat oleh pihak kantor. Sedangkan, sepeda motor ini juga masih kreditan,” ungkapnya.

Baca:

Beberapa lokasi zona merah yang dimaksud, yaitu di kawasan kampus Universitas Sriwijaya (Unsri) di Bukit Besar Palembang, SMA Negeri (SMAN) 3 Palembang, SMAN 16 Palembang, dan SMAN 17 Palembang.

Dalam aksi ini, beberapa perwakilan pengemudi ojek online diberikan kesempatan untuk masuk dan berdiskusi dengan Anggota DPRD Sumsel dan Polresta Palembang terkait aspirasi mereka.

Yoyon, koordinator aksi (korak) demo, menuntut tiga poin, yaitu meminta adanya tim reaksi cepat polisi untuk berpatroli agar kondisi aman. Karena pihaknya merasa pada pukul 22.00 WIB ke atas, mereka sudah merasa tidak aman jika akan mengambil orderan.

“Kami juga ingin pihak berwenang memberikan penjelasan kepada sopir transportasi konvensional agar tidak melakukan sweeping. Itu yang membuat kami khawatir dan takut,” katanya.

Mereka juga siap duduk bersama pengemudi kendaraan konvensional untuk membahas jalan keluar bagi kepentingan bersama yang didampingi pihak kepolisian, DPRD Sumsel, dan pemerintah daerah (pemda) setempat.

Pihaknya berharap dengan mengajukan tiga tuntutan ini, para pengemudi transportasi konvensional tidak merasa ada gesekan dengan pengemudi taksi online.

“Harapan kami agar kasus yang menimpa almarhum Edward adalah yang terakhir kalinya dialami pengemudi ojek online. Kami hanya meminta perlindungan saja,” katanya.

(liputan6/tow)

Loading...