Permenhub Ojek Online Tak Kunjung Rampung, Driver Minta Rp 3.000/Km

Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) mengenai ojek online (ojol) segera terbit dalam hitungan hari. Meski begitu, ketentuan tarif belum mendapatkan lampu hijau.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) belum menentukan besaran tarif batas atas dan tarif batas bawah ojol. Direktur Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Kemenhub, Ahmad Yani, mengaku pihaknya masih menghitung tarif ideal.

“Kita sedang hitung bareng-bareng, paling lambat minggu depan. (Selama ini) aturannya nggak ada, yang nentuin semua aplikator,” ungkapnya ketika ditemui di kantornya, Jumat (8/3/2019).

Dia menyebut, para driver ojol rata-rata mengajukan tarif batas bawah sebesar Rp 3.000/Km. Nominal itu berbeda dengan usulan aplikator yang menginginkan tarif minimal Rp 1.600/Km.

“Kalau driver pasti masukannya mau yang tinggi supaya bisa hidup lebih baik, tapi kan juga ada pertimbangan kemampuan konsumen. Nah Pemerintah ambil tengah tengah,” paparnya.

Baca Juga :  Taksi Online Dirusak Opang, Puluhan Ojek Online Satroni Terminal Tipe A Pekalongan

“Kita mesti komunikasi dengan aplikatornya. Nanti Pak Menteri akan menetapkan berapa paling ideal melihat dari sisi operator, driver, dan penumpang,” lanjut Ahmad Yani.

Dia menegaskan, nominal tarif tidak akan dicantumkan dalam Permenhub tentang ojol, melainkan ditetapkan dalam aturan terpisah berupa keputusan menteri. Sejalan dengan itu, opsi zonasi tarif juga masih dalam pertimbangan.

“Kita juga pertimbangan menganut zonasi apakah akan dimasukkan kearifan lokal. Kalau diserahkan ke gubernur bagaimana dampaknya, sedang kita hitung-hitung. Karena ada daerah juga seperti di Makassar nggak mau naik tarif, karena kalau tarif dinaikkan yang order nggak ada, itu driver yang minta,” bebernya.

Adapun yang dicantumkan dalam Permenhub terkait aspek tarif, hanya sebatas formula perhitungan.

Baca Juga :  Penyelenggaraan Asian Games 2018 di Palembang Tidak Meningkatkan Pendapatan Driver Ojol

Sebelumnya, dalam perhitungan ini, Kemenhub memasukkan dua komponen penting, yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung.

“Dari dua komponen besar kita breakdown jadi 11 komponen yang dipertimbangkan. Biaya langsung misalnya bensin, oli, ban, dan sebagainya. Biaya tidak langsung, misalnya STNK, penyusutan kendaraan dan lainnya,” kata Dirjen Perhubungan Darat (Hubdat) Kemenhub Budi Setyadi di kantornya, Rabu (13/2/2019) lalu.

Dia mengaku sudah mendapatkan angka yang mendekati ideal, namun nominal itu belum bisa dimasukkan dalam draf Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) tentang ojol. Nantinya, akan ada surat keputusan menteri yang ditandatangani oleh Dirjen Hubdat atas nama Menteri Perhubungan sebagai pedoman bagi pimpinan daerah untuk melakukan penghitungan tarif.

Baca Juga :  Ojek Online Bukan Transportasi Umum, Go-Jek Menghargai dan Menghormati Putusan MK

“Sementara ini kita akan menggodok apakah perlu tarif sama atau tidak. Setelah uji publik akan konsolidasi kembali. Sebagian kita delegasi ke Pemda karena menyangkut standar ekonomi yang berbeda-beda,” urainya.

Dengan demikian, belum ditentukan ke depannya apakah akan diterapkan satu tarif yang sama secara nasional atau menggunakan sistem zonasi.

“Nanti juga akan kita lihat apakah dengan tarif ojek ini, masyarakat masih punya daya beli atau tidak? Di satu sisi kami juga tetap dukung ketersediaan transportasi dengan transportasi massal, seperti Bus Rapid Trans (BRT) yang sudah beberapa kali kami berikan kepada pemerintah kabupaten/kota,” pungkasnya.

(cnbcindonesia/tow)

Loading...