Parah! Saham Grab Mirip Bukalapak, Melesat Lalu Ambles di Bawah Harga Normal

Grab

Perusahaan rintisan (startup) ride hiling terbesar di Asia Tenggara yang berbasis di Singapura yaitu Grab Holdings (Grab) resmi mengibarkan namanya di bursa Nasdaq awal Desember ini. Proses listing Grab di bursa Wall Street dilakukan dengan skenario tak langsung alias backdoor listing melalui Special Purpose Acquisition Company (SPAC).

Dalam kasus Grab, perusahaan cek kosong yang melakukan akuisisi saham Grab adalah Altimeter Growth Corp (AGC). Deal yang terjadi antara Grab dengan AGC resmi diselesaikan pada 1 Desember 2021.

Total nilai proceeds dari transaksi ini mencapai US$ 4,5 miliar atau setara dengan Rp 64,35 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.350/US$. Aksi korporasi berupa merger AGC dengan Grab tersebut tercatat memiliki nilai transaksi terbesar untuk emiten startup yang berasal dari kawasan Asia Tenggara di bursa AS.

Proses akuisisi Grab oleh AGC yang kemudian dikenal dengan sebutan business combination tersebut direstui oleh pemegang saham AGC pada 30 November 2021. Saat listing, saham Grab dibuka menguat hingga US$ 13,08/unit.

Namun kinerja saham Grab justru ambles setelahnya. Bahkan pada penutupan saham Grab terjun ke level US$ 8,75/unit. Artinya harga saham Grab langsung ambles 33% dalam sehari.

Setelahnya harga saham Grab cenderung bergerak sideways. Pada penutupan Rabu (8/12/2021), harga saham Grab berada di level US$ 8,89/unit.

Dengan pergerakan saham tersebut, maka harga saham Grab sudah di bawah harga normal SPAC yang biasanya ditawarkan ke investor dengan nominal sebesar US$ 10/unit. Harga saham SPAC jelang deal proses kombinasi bisnis bahkan sempat menyentuh level US$ 17,06/unit.

Ini bisa menjadi indikasi bahwa investor lama cenderung cash out mengingat lock up period di AS yang berjalan singkat dan tak ada kebijakan auto reject bawah (ARB) seperti di bursa saham domestik.

Penurunan kinerja saham startup yang baru IPO dalam kasus ini adalah Grab di AS mengingatkan kita pada kasus serupa yang dialami oleh emiten e-commerce PT Bukalapak.com Tbk (BUKA).

Saat awal listing harga saham BUKA ditutup melesat dan menyentuh level auto reject atas (ARA). Namun kenaikan itu tak berlangsung lama.

Harga saham BUKA langsung downtrend parah dan sempat menyentuh level all time low pada Selasa (7/12/2021) di level Rp 444/unit yang mengindikasikan penurunan hampir 50% dari level harga yang ditawarkan saat IPO.

Kisah Grab bisa menjadi pelajaran berharga bagi investor yang ingin membeli saham-saham startup. Sebenarnya ini bukan hanya soal prospek bisnis ke depan dari perusahaan rintisan tersebut.

Faktor lain yang perlu dicermati apakah mekanisme IPO itu sendiri merupakan bagian dari exit strategi investor lama yang membeli saham startup di awal-awal seri pendanaan dengan nilai yang rendah.

Sebagai informasi, per September 2021, Grab berhasil membukukan Gross Merchandise Value (GMV) sebesar US$ 11,5 miliar.

Capaian lain yang juga ditorehkan oleh Grab adalah membukukan 1 miliar transaksi pada paruh pertama tahun ini dan sukses mencatatkan peningkatan average spend per user sebesar 43% year on year (yoy) pada kuartal III-2021.

(transonlinewatch.com) Artikel ini telah tayang di CNBC Indonesia

Loading...