Kejam! Ambisi Bunuh Pesaing, Grab Korbankan Nasib Karyawan Uber

Uber is currently unavailable in your area (Saat ini Uber tidak tersedia di wilayah Anda). Itulah sebaris kalimat yang muncul di aplikasi transportasi online Uber. Ya, mulai Minggu (8 April 2018), aplikasi Uber di Asia Tenggara, termasuk Indonesia ditutup setelah mereka resmi dicaplok Grab, perusahaan transportasi online milik Taipan Malaysia Anthony Tan.

Masalahnya, bukan cuma pelanggan Uber yang gelagapan. Karyawan perusahaan pun turut kelimpungan. Soalnya, Grab tidak pernah memberi kepastian ihwal nasib mereka. Grab juga tak menjamin pegawai maupun driver Uber bakal ditampung. Walhasil, pegawai Uber kini mendadak jadi pengangguran.

Di Singapura, misalnya, karyawan Uber dipecat dan diusir dari kantor. Mereka juga diberitahu untuk mencari pekerjaan di tempat lain. Bahkan, mereka hanya diberi waktu dua jam untuk mengemasi barang. Sungguh tidak manusiawi!

Pantas saja sebuah artikel di The Business Times, koran bisnis milik Singapore Press Holding, grup media terbesar di Singapura pada 8 April 2018 menceritakan segudang kekusutan migrasi karyawan Uber ke Grab yang sampai sekarang tak jelas ujung pangkalnya. Dalam mencaplok Uber, Grab dianggap cuma menghitung angka-angka seperti valuasi perusahaan, risiko yang diambil, dana yang dibutuhkan dan pangsa pasar baru yang diambil. Tapi mereka melupakan satu dimensi yang tak kalah penting yaitu kemanusiaan.

Baca Juga :  Pengemudi Ojek Online yang Dibegal di Tugu Tani Rugi Rp31 Juta

Buktinya, pada hari Senin (26 Maret 2018), manajemen Grab pernah menjanjikan 500 karyawan Uber Asia Tenggara bakal diberikan posisi baru di Grab. Tapi, belakangan mereka justru berkelit atas janji itu. Bahkan Head of People Grab, Ong Chin Yin secara serampangan tak menjamin bahwa dalam tiga bulan ke depan tak akan ada pemecatan.

Tak heran, kalau seorang pegawai kontrak bilang Senin itu menjadi hari penuh stres dan emosional. “Kami semua marah dan sedih. Mayoritas dari kami merasa kaget. Orang-orang di sini menangis ketika kami menyadari hari ini mungkin menjadi hari terakhir bagi kami menjadi rekan kerja,” kata karyawan yang enggan disebut namanya ini.

Baca Juga :  Pengguna Keluhkan Hilangnya Layanan Ojol Selama PSBB, Pengeluaran jadi Membengkak

Karyawan tersebut juga menggambarkan akuisisi Grab terhadap Uber sebagai proses yang brutal. Betapa tidak, mereka yang diusir juga harus membantu karyawan-karyawan yang sedang cuti untuk membereskan barang mereka masing-masing.

Yang konyol, Ong Chin Yin mengaku tak sempat memberi tahu karena Grab tidak punya alamat karyawan Uber. Sungguh sebuah alasan yang tak masuk akal untuk perusahaan teknologi sekaliber Grab.

Lantas bagaimana dengan Indonesia? Tentu sudah bisa ditebak. Nasib sama bahkan lebih buruk melanda pegawai dan driver Uber di Tanah Air. Nasib driver Uber kini dibiarkan mengambang begitu saja. Skema migrasi driver Uber menjadi driver Grab dibuat susah. Belum lagi soal kabar pungutan Rp 100.000 per orang untuk bisa diterima sebagai driver. Alhasil, sudah jadi pengangguran masih kena pungutan.

Di media mainstream dan media sosial para driver Uber bercerita mereka harus melewati proses pendaftaran yang rumit. Bahkan para driver yang sebelumnya pernah tergabung di Grab dan akunnya diblokir perusahaan, tidak dapat diterima kembali menjadi driver Grab. Tak heran kalau driver Uber akhirnya malah antri berpindah ke Gojek, aplikasi transportasi online punya lokal.

Baca Juga :  Grab Memperkenalkan Fitur Self-Onboarding

Andi, seorang bekas driver Uber mengaku kebingungan dengan nasibnya saat ini. Apalagi, Grab seolah tak peduli dengan nasib mereka. Sampai sekarang, pria paruh baya ini masih enggan mendaftar ke Grab. Selain persyaratannya rumit, ia sering mendengar cerita tak sedap dari para driver Grab, terutama menyangkut sistem tarif dan pencairan uang driver yang sering seret.

Kalau melihat semua kejadian ini, memang benar apa yang dikatakan Mr Ian Lim, Partner and Employment and Labour Practice Head, dari TSMP Law Corporation di The Business Times bahwa sejak awal tak ada transparansi informasi akuisisi Uber oleh Grab. “Ketika komunikasi terhadap karyawan gagal, keseluruhan transaksi terlihat memiliki perencanaan dan eksekusi yang buruk,” cetus Ian Lim. Alih-alih cuma membunuh pesaingnya, Grab malah mengorbankan nasib karyawan dan driver Uber. Terlalu!!!

(businesstimes.com.sg/tow)

Loading...