Ini Negara-negara yang Sukses Atur Transportasi Online

Diberlakukannya Peraturan Menteri Perhubungan No 26 Tahun 2016 pada 1 April 2017 merupakan cara pemerintah untuk memberi solusi mengakhiri konflik transportasi online dan konvensional. Namun efektif atau tidaknya peraturan tersebut masih harus kita tunggu beberapa waktu ke depan.

Belum berlaku, niat baik pemerintah membuat peraturan ini direspons dengan garang oleh perusahaan. Perusahaan taksi online, Uber, Go-jek, dan Grab kompak menolak.

Pemerintah dituding gagap terhadap kebaruan yang diperkenalkan oleh perusahaan teknologi. Dengan klaim bahwa sebagai pembawa pembaruan dalam penyedia jasa transportasi, mereka menganggap aturan tersebut sebagai sebuah kemunduran.

Perdebatan semacam ini bukan hal baru. Beberapa negara telah melewati momen di mana taksi konvensional dan taksi online saling berseteru. Demonstrasi yang berujung kekerasan seperti di Bogor, Tangerang dan Bandung bahkan terjadi di kota-kota besar di dunia seperti Paris, Brussel, dan Bogota.

Konsep sharing economy atau ekonomi berbagi yang diusung perusahaan aplikasi memungkinkan mekanisme yang konon lebih efisien. Dengan bantuan aplikasi, setiap orang bisa berbagi aset mereka untuk dijual kepada pasar yang membutuhkan. Ketiadaan pajak, pemberlakuan mitra, membuat tarif yang ditawarkan jauh lebih murah menjadi senjata.
Lalu bagaimana seharusnya perusahaan penyedia jasa transportasi online diatur?

Inggris

Agar setiap mobil mendapat label sebagai ‘Taxi’, proses yang ditempuh tidak mudah. Inggris menyebutnya layanan semacam Uber dengan Private Hire Vehicle atau mobil pribadi yang digunakan sebagai angkutan.

Peraturan baru mengenai kendaraan umum terbit pada September 2016. Lewat Transportation for London, pemerintah memberlakukan standar untuk para pengemudi yang terdaftar di sistem Uber. Semua sopir wajib memiliki lisensi, memiliki kecakapan bahasa Inggris, dan melaporkan secara rutin tentang seluruh aktivitas bisnisnya.

Uber di Inggris juga tidak akan memiliki cerita sebagai moda transportasi murah seperti di tempat lain. Uber terikat pada aturan mengenai upah minimum yang tercantum pada National Minimum Wage Regulation 45. Saat ini sedang berlangsung pembahasan untuk mengikat Uber sebagai wajib pajak.

Jerman

Jerman merupakan salah satu negara selain Perancis, Italia, dan Belgia yang sempat melarang keberadaan Uber.

Pada 2 September 2014. perusahaan penyedia taksi dari Jerman bernama Taxi Deutschland Servicegesellschaft, memperkarakan Uber ke jalur hukum karena melanggar standar operasional yang harus dimiliki sebuah perusahaan.

Perusahaan tersebut mengklaim bahwa Uber sedang menjalankan praktik ilegal karena tidak menerapkan perlindungan yang layak kepada pengendara, ketiadaan asuransi, dan tidak menjalani pemeriksaan.

Tuntutan perusahaan taksi tersebut berhasil dimenangkan oleh pengadilan. Otoritas transportasi Jerman kemudian melakukan penutupan sementara terhadap operasional Uber di Jerman pada 2 September 2014. Uber didakwa melanggar Passenger Transportation Act sebagai prosedur tetap dalam memberikan layanan transportasi di Jerman.

Singapura

Setelah sempat empat tahun taksi online menjalankan operasional, per 7 Februari 2017 Pemerintah Singapura memberlakukan kewajiban terhadap taksi online. Kewajiban perusahaan dan pengendara yang bernaung di bawah taksi online seperti Grab dan Uber harus mematuhi Peraturan Transportasi Singapura yaitu Road Traffic Act.

Menurut Parlemen Singapura, peraturan tersebut dibuat untuk memastikan para penyedia jasa transportasi berbasis aplikasi dapat menjalankan pelayanan terstandar. Pengendara harus mendaftarkan diri dan menempuh tahapan standarisasi. Jika tidak mematuhi mekanisme peraturan ini akan dikenai sanksi 10 ribu dolar Singapura.

Malaysia

Pada 16 Agustus 2016, Otoritas angkutan Malaysia (SPAD) memulai proses amandemen peraturan angkutan darat guna mereformasi industri taksi di Malaysia. Aturan baru tersebut juga mencakup layanan transportasi online seperti Grab dan Uber.

Grab sendiri yang mengawali sepak terjang bisnisnya di Malaysia tidak luput dari aturan tersebut. Bersama Uber, seluruh angkutan transportasi baik itu berbasis aplikasi ataupun konvensional akan memiliki hak dan kewajiban yang sama.

Melalui amandemen ini, setiap pengemudi taksi online wajib memiliki lisensi. Hal ini diterapkan untuk meminimalisir risiko keamanan yang akan muncul akibat taksi tak berizin.

Amerika

Di negara tempat kantor Uber berada, beberapa negara bagian menolak kehadiran Uber. Perusahaan tersebut dianggap melakukan layanan yang tidak aman karena menerapkan kebijakan perusahaan yang longgar.

Dilansir CNBC, 64 kota dan 39 negara bagian di AS telah memberlakukan peraturan mengenai perusahaan taksi online. Peraturan tersebut mengharuskan agar masing-masing pengemudi yang terdaftar di perusahaan taksi online untuk memiliki lisensi yang sesuai dengan standar keamanan.

Filipina

Filipina adalah negara pertama yang secara legal membebaskan Uber dan perusahaan serupa untuk beroperasi di wilayahnya. Pada tahun 12 Mei 2015, Pemerintah Kota Manila menelurkan kebijakan yang mengakui Uber sebagai transportasi umum. Transportasi berbasis aplikasi dianggap cukup membantu mengurai kemacetan di kota paling macet kedua di Asia Tenggara setelah Jakarta.

Pemerintah Manila menerapkan lisensi untuk setiap pengemudi dan kendaraan yang terdaftar di sistem Uber dan Grabcar. Armada taksi online harus dilengkap dengan GPS. Usia kendaraan juga tidak boleh melebihi 7 tahun. Seluruh pengemudi harus memiliki lisensi yang diterbitkan oleh otoritas transportasi Filipina.

Jepang

Uber berhasil menandatangani kerja sama dengan Toyota guna menopang ekspansi bisnis mereka di seluruh dunia. Namun demikian, Uber menghadapi kendala ketika masuk ke Jepang pada pertengahan tahun 2016.

Jepang memberlakukan aturan ketat mengenai transportasi darat. Kendaraan pribadi dilarang keras menjalankan aktivitas komersil tanpa melakukan pendaftaran ke otoritas setempat. Kendaraan pribadi harus menggunakan plat nomor berwarna putih (Shiro Taku).

(kumparan/tow)

Loading...