Grab Minta Kemenhub Dengar Aspirasi Driver Ojek Online, Padahal Ini Keinginan Driver

Managing Director Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata, memberikan tanggapan terkait peraturan ojek online yang akan segera diresmikan pada pertengahan Februari mendatang. Ia menyambut baik rencana tersebut.

“Saya secara rutin juga selalu komunikasi dengan Menteri Perhubungan, intinya adalah ini ranah yang baik bagi pemerintah yang ingin memberi kepastian hukum untuk pengemudi ojol (ojek online),” katanya di Swiss Belinn Hotel Jakarta, Senin, 28 Januari 2019.

Draf penyusunan peraturan itu melibatkan aplikator (Grab dan Gojek), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Kementerian Koordinator Bidang Perkenomian, ahli transportasi dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Mereka dibentuk sebagai tim 10 yang mewakili komunitas dan stakeholder untuk menyepakati ketentuan-ketentuannya.

Selain itu, Grab juga mengaku memberikan akses kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk berdiskusi dengan mitra pengemudinya. Ia berharap lembaga pemerintahan akan menerima aspirasi dari pengemudi.

Baca Juga :  Respon Tarif Baru Ojek Online, Go-Jek: Cegah Perang Tarif

Grab berharap aspek keselamatan menjadi hal yang utama, sebagaimana konsep yang selama ini pihaknya terapkan.

“Dalam penerimaan pengemudi kita juga berlakukan tes safety riding, dan kewajiban menyerahkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Kami harap ini menjadi aspek pokok peraturan ojol. Hak ini juga sudah kami komunikasikan ke Kemenhub,” ujarnya.

Menurut Direktur Angkutan Jalan dan Multimoda Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Ahmad Yani, draf peraturan ojek online akan menjadi Peraturan Menteri yang mengatur empat aspek, yakni keamanan, tarif, pembekuan akun dan terkait dengan kemitraan.Grab: Tarif Murah DibutuhkanP

Grab: Tarif Murah Dibutuhkan

Pengaturan tarif ojek online dengan tarif batas atas dan batas bawah menurut Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi agar pengendara tidak merugi.

Meski demikian menurut perusahaan ride hailing Grab, tarif murah terkadang bisa membantu produktivitas para driver.

Baca Juga :  Bagaimana Rencana Astra Pasca Suntik Dana ke Go-Jek

“Jadi yang pertama adalah statemennya kami fokus saja pada peningkatan pendapatan. Karena kadang-kadang tarif yang murah itu dibutuhkan untuk meningkatkan produktvitasnya dan membuat masyarakat terus menjadi pelanggan,” ungkap Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata saat ditemui belum lama ini.

Ia juga menyebut kalau tarif hanya salah satu dari komponen yang dapat menyejahterakan para driver. Sebab masih ada komponen lainnya yang bisa didorong agar pendapatan mereka bisa terjaga.

“Yang penting adalah fokus pada berapa besar pendapatannya para pengemudi apakah bisa cukup,” ungkapnya.

Pada November tahun 2018, para driver Grab berbondong- bondong migrasi ke Go-Jek. Menurut pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI) Harryadin , hal ini terjadi akibat skema kemitraan Grab yang buruk, yaitu mencakup bagi hasil antara mitra dengan aplikator, algoritma penarifan, serta jaminan keselamatan dan kesejahteraan bagi para pengemudinya.

Baca Juga :  Ada “Berkah” di Tengah Nestapa Wabah Virus Korona

“Migrasi ini jadi bukti kalau kondisi kemitraan di Grab lebih buruk. Selama itu tidak berubah, migrasi akan terus terjadi,” kata Harryadin di Jakarta, Kamis (29/11/2018).

Sementara itu, Presidium GARDA Igun Wicaksana kepada media mengatakan penetapan tarif bagi pengemudi yang terlampau rendah, adalah bukti Grab tidak memperhatikan aspek kemanusiaan mitranya.

Tarif yang sangat rendah membuat pengemudi dipaksa bekerja lebih keras, sehingga akhirnya berpengaruh pada sisi keamanan dan pelayanan.

Akibat dari terlampau keras bekerja demi mengejar insentif yang layak, pengemudi bisa kelelahan dan memicu kecelakaan di jalan.

“Ini yang tidak pernah dipikirkan oleh Grab, bahwa tarif sangat murah itu justru berpengaruh pada keamanan,” ucap Igun.

(viva/tow)

Loading...