Gojek hingga Siklus, Ini 8 Startup yang Bergerak di Sektor Ekonomi Hijau di Indonesia

ILUSTRASI. Setelah sukses GoGreener Carbon Offset dengan penanaman 1.500 pohon mangrove (bakau) di Jakarta, Demak dan Bontang pada Desember 2020, Gojek mengumumkan pengembangan terkini pada fitur serap jejak karbon.

Setidaknya ada delapan startup di Indonesia, termasuk Gojek, yang merambah bisnis ekonomi hijau. Laporan terbaru Bain & Company, Microsoft, dan Temasek Holdings Singapura pun menunjukkan bahwa ruang investasi sektor ini di Asia Tenggara, akan terbuka lebar.

Laporan berjudul ‘Southeast Asia’s Green Economy: Opportunities on the Road to Net Zero’ menunjukkan, Asia Tenggara membutuhkan investasi US$ 2 triliun hingga 2030 untuk mengurangi emisi.

Dana tersebut akan dialokasikan untuk sejumlah upaya, seperti mempercepat peralihan ke energi hijau, membuat sektor pertanian pangan menjadi lebih efisien, mengurangi polusi hingga cara yang tidak merusak lingkungan.

Dengan investasi tersebut, Bain & Company, Microsoft dan Temasek Holdings Singapura memperkirakan, 90% emisi di Asia Tenggara akan berkurang. Upaya transformasi bisnis menuju ekonomi ramah lingkungan di kawasan juga akan menawarkan keuntungan US$ 1 triliun per tahun pada 2030.

Di Indonesia, pemerintah menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca hingga 29% dengan usaha sendiri dan 41% lewat dukungan internasional pada 2030. Untuk mencapai target ini, butuh dana Rp 266,2 triliun.

“Indonesia memiliki ukuran dan sumber daya alam besar yang menjadi game changer di Asia Tenggara untuk keberlanjutan,” demikian dikutip dari laporan Bain & Company, Microsoft dan Temasek Holdings Singapura, Kamis (30/9).

Menurut laporan tersebut, ruang investasi hijau di Indonesia juga akan terus tumbuh. “Aktivitas investasi di ekonomi hijau akan menjanjikan,” demikian isi laporan.

Sedangkan di Indonesia setidaknya ada delapan startup yang bergerak di sektor ekonomi hijau, sebagai berikut:

1. Gojek

Decacorn Tanah Air ini menjalankan beragam strategi untuk mengurangi emisi karbon. Perusahaan mempunyai komitmen Three Zeros: Zero Emissions, Zero Waste dan Zero Barriers atau nol emisi pada 2030.

Salah satu langkah dari komitmen itu yakni membuat fitur hitung emisi karbon GoGreener Carbon Offset. Gojek menggaet startup Jejak.in untuk membuat fitur ini.

Melalui fitur itu, pengguna bisa menghitung jumlah emisi karbon sehari-hari dan mengonversinya dengan menanam pohon.

Co-CEO Gojek Kevin Aluwi mengatakan, Gojek juga gencar mengembangkan kendaraan listrik. Perusahaan pun menjalin kerja sama dengan Honda dan Gesits untuk mengembangkan kendaraan listrik.

“Kami tes dengan Honda dan Gesits. Ada beberapa hal progres yang sudah kami jalani,” kata dia saat konferensi pers virtual, pada April (30/4).

Gesits merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi kendaraan listrik di Indonesia. Sedangkan Honda adalah perusahaan otomotif.

Pengembangan kendaraan listrik dilakukan sebagai komitmen untuk nol emisi pada 2030. Decacorn ini ingin seluruh motor dan mobil di lini bisnis transportasi berbasis listrik.

Selain itu, Gojek membuat layanan GoTransit untuk mendukung nol emisi 2030. GoTransit merupakan solusi mobilitas yang membantu pengguna menentukan rute perjalanan. Melalui layanan itu, decacorn mengintegrasikan layanan dengan transportasi lain.

2. Jejak.in

Jejak.in merupakan startup yang menyediakan solusi berbasis kecerdasan buatan alias artificial intelligent (AI) dan Internet of Things (IoT) untuk membantu bisnis melakukan perimbangan karbon (carbon offset).

Jejak.in juga mengikuti program akselerasi Gojek Xcelerate. Founder sekaligus CEO Jejak.in Arfan Arlanda mengatakan, perusahaan menggaet pabrik skala besar dan kecil untuk mengurangi emisi karbon.

Salah satu produk yang dibuat Jejak.in yakni Tree and Carbon Storage Monitoring Platform, yang dapat mengumpulkan dan menganalisis data ekologis lingkungan.

“Kami berharap masyarakat berpartisipasi aktif ikuti pengurangan jejak karbon,” ujar Arfan, tahun lalu (14/9/2020).

3. eFishery

Startup perikanan ini memanfaatkan kemampuan data dan teknologi IoT guna meningkatkan produktivitas perikanan pengusaha skala kecil dan keberlanjutan. Perusahaan mendapatkan pendanaan hingga seri B senilai US$ 20,2 juta.

4. Refill

Aja Refill Aja merupakan startup asal Bali yang mengusung konsep meminimalkan penggunaan sampah kemasan sekali pakai.

Refill Aja menawarkan sejumlah produk pemakaian konsumen yang bisa diisi ulang, seperti pembersih lantai, pembersih piring, detergen cair, sabun tangan, dan sabun cair.

5. Jala Tech

Startup tersebut menyediakan layanan monitoring habitat udang yang berada pada dasar tambak. Perusahaan mengandalkan kemampuan data-driven farming untuk pengumpulan data yang didesain untuk meningkatkan keberhasilan dan memperbaiki ekosistem budidaya udang.

6. Waste4Change

Waste4Change merupakan startup pengolahan limbah yang didirikan pada 2014. Awalnya startup ini mengolah limbah di satu gedung kantor saja. Hingga kini, layanan diperluas dan sudah melayani hampir 40 area komersial dan 2.000 rumah.

Startup itu juga berencana mengembangkan platform kota pintar (smart city), khususnya perihal pengolahan limbah. Waste4Change bakal bekerja sama dengan pemerintah kota dan kabupaten di Indonesia.

Platform yang dikembangkan nantinya mencakup pemantauan limbah, solusi pembiayaan untuk proyek-proyek pengelolaan dari hulu ke hilir, sosialisasi dan pemberian edukasi terkait pengelolaannya.

7. Xurya

Xurya merupakan startup energi terbarukan yang membantu menyediakan layanan pemasangan panel surya. Xurya memakai metode zero investment kepada pelanggannya untuk beralih ke panel surya.

8. Siklus

Startup tersebut mempunyai visi mengurangi polusi plastik. Dengan mengandalkan teknologi, Siklus mengalirkan produk keluar dengan aman dan tepat untuk mengoptimalkan rantai pasok. Siklus menawarkan layanan isi ulang pada sejumlah produk, seperti sabun, sampo, minyak tanah hingga deterjen.

(transonlinewatch.com) Artikel ini telah tayang di Katadata.co.id

Loading...