Gara-gara Kasus Pembunuhan, Sopir Taksi Online Surabaya Enggan Mengantar ke Madura

Setelah Ali Gufron, sopir taksi online tewas dibunuh, warga Madura ketiban susah. Tak ada taksi, baik konvensional dan online, yang bersedia melayani trayek Surabaya-Madura.

Ali adalah pemuda 23 tahun, warga Kedingding Lor, Surabaya. Ia masih mahasiswa aktif sembari nyambi jadi sopir taksi online. Ia tewas dibunuh penumpangnya pada Sabtu malam, 25 November lalu. Jasadnya ditemukan di Dusun Kalkal, Desa Pangolangan, Kecamatan Burneh, Kabupaten Bangkalan, pada Ahad pagi, 26 November.

Kepala Satlantas Polres Bangkalan, AKP Inggit Prasetyanto, merasakan betul dampak kematian Ali. Mayoritas sopir taksi yang ia tumpangi menolak bila diminta mengantarnya ke Bangkalan. Inggit selalu diturunkan di daerah Kenjeran Surabaya.

“Karena sopirnya enggak mau, saya terpaksa minta jemput anggota (polisi),” kata dia, Rabu, 6 Desember 2017.

Kata Inggit, penolakan sopir taksi Surabaya mengantar penumpang ke Madura sudah sering dia alami, bahkan jauh sebelum terjadi pembunuhan. Statusnya sebagai perwira polisi belum cukup jadi jaminan keamanan bagi para sopir taksi.

“Bahkan mereka lebih siap dilaporkan ke perusahaan, ketimbang dipaksa menyeberang ke Madura,” ujar dia.

Lain Inggit, lain pula yang dialami Tajuz Zuhud. Setelah peristiwa sopir online dibunuh, warga Kecamatan Galis, Bangkalan, ini sulit memesan taksi online untuk menjemput saudaranya di bandara dan diantarkan ke Bangkalan.

“Saat order diklik, biasanya mereka menelepon balik, saat tujuannya diberi tahu tujuan Madura, mereka langsung cancel,” tutur dia.

Baca: Terbongkar! Peretas Data Uber adalah Pria Berusia 20 Tahun

Bagi Tajuz, kondisi tersebut menyusahkan. Solusinya cuma sewa mobil yang biaya lebih banyak. “Lebih murah taksi online ketimbang sewa,” ungkap dia.

Dian Kurniawan, 39 tahun, sopir online di Surabaya, membenarkan tewasnya Ali Gufron membuat para sopir online berpikir dua kali melayani pesanan ke Madura.

Kalau pun terpaksa diambil, kata Dian, biasanya mereka bawa teman. Bila pemesan tak keberatan, order ke Madura akan dilayani.

“Kalau penumpangnya enggak mau, mending cancel aja, enggak mau ambil risiko,” kata dia.

Cara lain, ucap Dian, sebelum peristiwa Ali Gufron, para sopir memang mulai membatasi diri dengan tidak membuka pesanan 24 jam nonstop.

“Kalau saya, jam 9 malam sudah pulang, enggak ambil order lagi,” kata dia.

Informasi yang beredar di kalangan sopir taksi menyebut korban Ali dan tersangka Zainal saling kenal sebelumnya. Sebab itu, Ali tak menaruh curiga dan mau melayani order ke Kecamatan Burneh, Bangkalan. “Kenal aja dihabisi, apalagi enggak kenal,” ucap Dian.

(liputan6/tow)

Loading...