Desmond Wira: Investasi Telkomsel di GoTo Jangka Panjang, Bukan Trading Jangka Pendek

GoTo Gojek Tokopedia. (Foto: Perseroan)

Saham GoTo (PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk) sempat menyentuh level Rp 212 per saham pada 18 Mei 2022. Angka ini lebih rendah dibandingkan sebulan sebelumnya yang menyentuh Rp 378 per saham pada 18 April 2022.

Dinamisnya saham GoTo di bawah harga IPO ini ramai dibahas di media sosial dan dikaitkan dengan Telkomsel selaku salah satu investornya. Telkomsel merupakan perusahaan swasta yang sahamnya dimiliki oleh PT Telkom Indonesia Tbk dan Singtel (Singapore Telecommunication). Publik menyinggung kerugian yang belum terealisasi (unrealized loss) Rp 881 miliar dalam laporan keuangan Telkom kuartal pertama 2022 atas investasi Telkomsel di GoTo.

Menanggapi isu tersebut, pemerhati dan praktisi investasi Desmond Wira mengatakan investasi Telkomsel di Gojek harus dilihat dalam aspek jangka panjang, bukan jangka pendek seperti trading yang sering dirumorkan. Trading sendiri istilah investasi yang menjual dan membeli aset dalam waktu singkat.

“Investasi Telkomsel di Gojek perlu dilihat dalam aspek jangka panjang,” kata Desmond, Sabtu (21/3). “Investasi tersebut tidak untuk trading hanya mencari capital gain, tapi untuk diversifikasi ke ekonomi digital dan sinergi dengan super app penyedia aplikasi digital.”

Desmond menambahkan, penurunan saham (floating loss) yang terjadi pada GoTo juga dinilai sebagai hal yang wajar. Sebab, investasi Telkomsel di GoTo bukan untuk trading yang biasa dilakukan masyarakat awam.

“Seperti kita tahu, perusahaan teknologi kan cepat melejit, tapi bisa juga cepat hilang karena dinamisnya perkembangan kondisi teknologi. Sepanjang Telkomsel mampu memanajemeni investasinya di perusahaan teknologi tersebut, mestinya tidak masalah,” ucapnya.

Ekonom dan financial market specialist dari LBP Institute, Lucky Bayu Purnomo, juga berpendapat bahwa kerugian yang belum terealisasi ini merupakan hal yang wajar di dunia investasi. Ia mengatakan karakter investasi di perusahaan fintech, terutama untuk startup, memiliki durasi yang cukup lama.

“Karakter investasi di perusahaan fintech atau financial technology terutama untuk startup itu memiliki durasi yang cukup lama,” jelas Lucky kepada kumparanTECH saat dihubungi Jumat (20/5). “Sebab perusahaan fintech itu tidak serta merta atau perusahaan startup itu tidak serta merta memperoleh income atau pemasukan yang diharapkan mengalami keuntungan.”

Saat ini, saham-saham dari perusahaan teknologi digital secara global memang mengalami penurunan akibat suku bunga yang lebih tinggi. Saham-saham di bursa saham Amerika Serikat seperti Grab, Uber, Amazon, Tesla, Apple, dan Microsoft, ikut kena imbas dan tak terkecuali berdampak pada perusahaan digital di Indonesia.
Investasi Telkomsel ke GoTo dianggap langkah tepat

Telkomsel pertama kali menyuntik dana ke Gojek (belum bernama GoTo) pada November 2020 dengan nilai investasi 150 juta dolar AS (sekitar Rp 2,1 triliun). Kemudian pada Mei 2021, Telkomsel kembali menggelontorkan investasi ke GoTo sebesar 300 juta dolar AS (sekitar Rp 4,25 triliun).

Melihat aktivitas perusahaan yang bergerak di bidang teknologi, Desmond menilai investasi ini merupakan langkah yang tepat, baik untuk transformasi digital perusahaan maupun diversifikasi bisnis.

Kalau dari sisi bisnis, menurut saya termasuk tepat. Telkomsel bergerak di bidang infrastruktur teknologi, sedangkan Gojek di aplikasi. Diversifikasi backend – frontend. Kerugian tidak terealisasikan itu wajar saja, harga saham ‘kan naik turun. Kalau memang bukan untuk trading, ya, tidak masalah.
– Desmond Wira, Pemerhati dan Praktisi Investasi –

Aksi korporasi itu dijalani Telkomsel untuk pengembangan bisnis layanan digital. Yang terkini, Telkomsel dan GoTo mendirikan perusahaan joint venture Majamojo yang fokus sebagai game publisher.

(transonlinewatch.com) Artikel ini telah tayang di kumparan.com

Loading...