Cerita Nadiem Makarim, Membangun Go-Jek dari Frustasi

Nadiem Makarim menjadi sosok yang banyak dipuji dan disukai saat ini. Terutama oleh millennials. Keberhasilan Nadiem dalam membuka dan membesarkan Go-jek menjadi inspirasi bagi para millennials.

Nadiem mengatakan bahwa Go-jek berdiri sejak tahun 2010. Muncul pertama kali sebagai penyedia layanan jasa transportasi roda dua dengan panggilan telepon. Saat ini, Go-jek menjadi perusahaan teknologi dengan jasa transportasi, logistik, pembayaran, dan layanan lain.

Dengan mitra kerja satu juta orang yang tersebar di Indonesia, Go-jek memiliki sedikitya tiga puluh juta pengguna. Perusahaan ini berdiri tidak secara tiba-tiba. Perjuangan, kerja keras, dan kegagalan telah mewarnai langkahnya.

1. Lahir dari rasa frustrasi

Ditemui saat melakukan talkshow di London School of Public relations (LSPR) Jakarta, Nadiem mengaku bahwa Go-jek pada awalnya dibangun karena kebutuhannya. “Go-jek itu lahir dari frustrasi saya naik ojek di Jakarta,” tutur Nadiem.

Baca Juga :  Selesaikan Polemik Taksi Online dan Konvensional, Dishub Kepri Panggail Taksi Online dan Konvensional

Pria 33 tahun ini mengatakan sebelum ia mendirikan Go-jek, ia terbiasa menggunakan jasa ojek pangkalan dalam melakukan aktivitasnya. “Dulu saya naik ojek ke mana-mana. Karena kalau naik mobil gak akan nyampe,” kata Nadiem.

Nadiem mengeluhkan ojek pangkalan yang dulu sering digunakannya kerap sulit dicari ketika dibutuhkan. Saat tidak dibutuhkan, justru banyak terlihat. “Alasan jujurnya (mendirikan Go-jek) karena saya butuh layanan tersebut,” tutur Nadiem.

2. Ngopi bareng ojek langganan

Sulitnya menemukan ojek di pangkalan, membuat Nadiem pada akhirnya memutuskan untuk memiliki ojek langganan. “Saya suka ajak ojek langganan saya ngopi, sambil ngobrol,” kata Nadiem. Di momen ini, Nadiem mengaku banyak bertanya pada ojek langganannya.

Baca Juga :  Bom Ikan Teror Rumah Driver Grab di Malang

Tingginya tarif ojek yang kerap diterimanya membuat banyak pertanyaan seputar ojek dan kesejahteraan pengemudinya muncul di benak Nadiem. “Harganya tinggi, bisa Rp 50 sampai Rp 60 ribu,” tutur Nadiem mengenang masa-masa menggunakan Ojek pangkalan.

Dalam perbincangannya dengan ojek langganannya, Nadiem tersadar bahwa permasalahan tentang jasa ojek bukan hanya menjadi masalahnya. “Saya sadar ini adalah problem fundamental. Ada supply and demand yang gak seimbang,” tutur Nadiem.

Sebelum membangun Go-jek, Nadiem sempat melakukan “trust test” kepada ojek langganannya. “Saya minta anter barang, dianter. Dan aman,” kata Nadiem. Hal ini membuat Nadiem yakin usaha yang akan dibangunnya dapat bergerak dengan baik kedepannya.

3. Lebih banyak belajar dari kegagalan

“Saya lebih banyak belajar dari kegagalan,” tutur Nadiem. Dari sekian banyak keberhasilan yang dimiliknya Nadiem mengaku masih lebih banyak kegagalan yang dialami. Tidak hanya dirinya, Nadiem mengatakan Go-jek pun banyak belajar dari kesalahan.

Baca Juga :  Mengandung Bawang, Percakapan Driver Ojol dan Customernya Bikin Nangis Netizen

“Tidak ada malapetaka yang bisa terjadi kepada kompeni teknologi belum terjadi di Go-jek” tutur Nadiem sempat disambut tawa mahasiswa LSPR. “Bahkan tidak hanya terjadi sekali,” kata Nadiem lagi.

Malapetaka yang muncul tidak lantas dijadikan Nadiem sebagai beban dan membuat stres, namun dijadikan bahan evaluasi untuk membawa Go-jek menjadi lebih baik lagi.

(idntimes/tow)

Loading...