BPTJ Bersepakat dengan Perusahaan Aplikasi Taksi Online Soal Kuota

Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) menggelar pertemuan dengan para pengusaha aplikasi untuk membahas kuota Angkutan Sewa Khusus (ASK). Pertemuan yang digelar di Ruang Rapat BPTJ pada Jumat (24/11/2017) pagi tersebut dipimpin langsung oleh Kepala BPTJ Bambang Prihartono.

Hadir pada pertemuan itu perwakilan dari para pengusaha aplikasi seperti Go Car, Uber, dan Grab.

Baca: Waduh! Grab Enggan Menanggapi Tuntutan Driver Ojek Online

“Pertemuan ini merupakan bagian dari sosialisasi PM 108 Tahun 2017 tentang Angkutan Sewa Khusus. Sebelumnya BPTJ melakukan pertemuan dengan dinas-dinas perhubungan dan Organda. Sekarang giliran dengan para pengusaha aplikasi,” kata Bambang Prihartono.

Menurut Bambang, pada pertemuan tersebut ada beberapa hal yang telah disepakati soal kewajiban KIR kendaraan, tarif, SIM, dan yang lainnya seperti yang diamanatkan dalam PM 108.

Baca Juga :  Daftar Grab, Mitra Uber Banyak yang Gagal saat Tes Safety Riding

“Sedangkan soal kuota kendaraan disepakati bahwa untuk area Jobodetabek hanya 1 kuota. Tidak ada kuota Jakarta, Bekasi, Bogor, dan yang lainnya,” ujar pria yang sering dipanggil Bambang Pri ini.

Baca: Perwakilan Aksi Demo Dapat Angin Segar dari Staf Tertinggi Kepresidenan

Alasannya, sistem transportasi pada dasarnya tidak mengenal wilayah. Apalagi di Jabodetabek yang sistem transportasinya telah dikelola oleh BPTJ.

“Alasan yang lain adalah azas fleksibilitas. Silahkan perusahaan aplikasi memiliki home base di wilayah mana saja. Tetapi kan soal KIR-nya tetap sesuai dengan di mana STNK kendaraan itu terdaftar, apakah di Bekasi, Jakarta, Bogor, Depok, atau Tangerang,” ujarnya.

Bambang Pri menyampaikan bahwa pihaknya tetap memisahkan kuota antara taksi konvensional dengan non konvensional.

Baca Juga :  Makin Berkembang, Go-Jek Dikabarkan Akuisisi Anak Perusahaan JD.Com

“Kalau itu (kuota antara taksi konvensional dengan non konvensional) tetap dipisah. Di negara-negara maju pun begitu. Biasanya 51 dan 49 seperti yang dilakukan di New York,” katanya.

Menurut Bambang Pri, bagi BPTJ hal paling penting adalah bagaimana ke depannya sistem transportasi di Jabodetabek menjadi satu kesatuan, baik dari sisi pelayanan maupun usahanya. Tidak ada lagi perbedaan antara angkutan umum reguler dengan yang berbasis aplikasi.

“Agar tumbuh bersama-sama. Saling mengisi dan saling membina. Tidak ada lagi istilah taksi online dan non online. Terpeting bagaimana memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dengan aman dan nyaman,” kata Bambang Pri.

Apalagi menurut Bambang Pri, kebutuhan terhadap transportasi di Jabodetabek ini masih sangat besar. Berdasarkan data yang ada pergerak orang di Jabodetabek ini sekitar 47 juta per hari.

Baca Juga :  Mobkas Toyota Calya Masih Difavoritkan Masyarakat untuk Dijadikan Taksi Online

“Kalau pun LRT dan MRT sudah jadi baru bisa melayani sekitar 6 juta. Jadi peluangnya masih sangat besar,” tuturnya.

(beritatrans/tow)

Loading...