Keren! Demi Keamanan Data Publik Indonesia, Guru Besar Unair Berharap Go-Jek Dapat Gantikan Whatsapp

Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga Henri Subiakto berharap, suatu saat aplikasi GO-JEK dapat menggantikan aplikasi pesan instan Whatsapp.

“Saya itu memimpikan, sebagai pribadi, GO-JEK itu bisa menggantikan Whatsapp,” ujar Henri saat ditemui di Hotel Le Meridien, Jakarta Pusat, Rabu (12/12/2018).

Staf Ahli Bidang Hukum Menteri Komunikasi dan Informatika itu menuturkan, impiannya tersebut bertujuan untuk menyelamatkan big data milik publik Indonesia.

Di era kemajuan teknologi saat ini, big data yang berisi perilaku konsumen di dunia maya telah menjadi komoditas bisnis.

Namun, Henri mengatakan, Indonesia masih kesulitan memiliki akses tersebut karena sebagian besar perusahaan aplikasi yang memiliki data itu memiliki server di luar negeri.

Baca Juga :  Terungkap! Remehkan Aturan Jadi Alasan Israel Blokir Uber

Dengan GO-JEK, yang merupakan perusahaan asal Tanah Air, data tersebut dapat diakses oleh Indonesia.

“Itu datanya ada di GO-JEK, berarti kalau datanya ada di GO-JEK, di Indonesia, kan perusahaan Indonesia, enggak di Palo Alto, California sana,” tutur Henri.

“Itu harus kita dorong, kalau menurut perspektif saya, sehingga data-data orang Indonesia belanja online lewat GO-FOOD, atau potensi macam-macam, tidak mudah diakses oleh asing tapi milik kita,” jelasnya.

Meskipun ide tersebut belum disampaikan kepada pihak Kementerian Kominfo, tetapi ia mengaku optimis GO-JEK dapat menjadi seperti apa yang diimpikannya.

Menurutnya, fitur chatting dan jumlah pengguna yang besar sudah dimiliki GO-JEK, sehingga yang perlu diperkuat adalah teknologinya.

Baca Juga :  Mantap! Ojol Sudah Memiliki Protokol Kesehatan Hadapi New Normal

“Itu lebih mungkin karena GO-JEK sudah diunduh oleh hampir 53 juta orang, artinya tidak perlu dari nol lagi,” jelas dia.

“Tinggal fiturnya diperkuat, dengan mesin yang diperkuat,” sambungnya.

Henri pun mengaku tidak mempermasalahkan anggapan yang kemungkinan muncul bahwa mereka mendukung perusahaan yang sudah besar.

Ia menjelaskan, hal itu diperlukan sebab perusahaan lain yang memiliki big data juga perusahaan besar, misalnya Google.

(kompas/tow)

Loading...