Tanpa Plang, Driver Gojek 001 Sempat Ragu: Ini Serius Kantor?

(Foto: Kholida Qothrunnada/detik.com)

Transonlinewatch.com – Ojek online (ojol) saat ini telah menghiasi berbagai sudut jalanan di setiap wilayah Indonesia. Kita tentu akan dengan mudah melihat para ojol di sekitar kita bukan? Atau bahkan, kamu juga termasuk penumpang ojol? Salah satunya adalah ojol besutan anak negeri pertama bernama Gojek.

Mulyono adalah driver pertama Gojek, dengan nomor registrasi Gojek 001. Pria kelahiran Sragen, 12 Mei 1969 itu, ternyata sebelumnya adalah seorang ojek pangkalan (opang). Sebelum gabung menjadi mitra Gojek, Ia juga sempat ragu. Namun, rasa penasaran yang ada membuat dirinya mencoba untuk mengenal lebih dalam tentang Gojek.

“Basic saya emang ojek pangkalan (opang), di seputaran Blok M. Tahun 2010, waktu itu saya dapat info bahwasanya ada ojek yang melalui call center. Nah, saya tertarik dapat info tersebut. Ada temen satu pangkalan ngasih informasi. Tuh kalau mau ngelamar, ada ojek kita dicariin orderan melalui call center. Teman, yuk daftar yuk. Teman-teman saya ajak daftar nggak ada yang respon,” ujar Mul, ditulis Rabu (22/6/2022).

Kemudian Mul pun mendatangi kantor Gojek yang saat itu berada di belakang pasar Mayestik, Kebayoran Baru. Namun, ia sempat ragu karena sesampainya di lokasi itu tidak melihat plang nama Gojek, sama sekali.

“Sempat ragu juga, ini serius kantor? Kantornya ya emang seluas pekarangan rumah saya. Bentuknya bekas garasi mobil, jadi kecil banget. Akhirnya, saya kepalang tanggung. Saya coba masuk, saya ketok pintunya. Saya tanya, bener ini kantor Gojek? Saya mau daftar jadi driver,” kata Mul.

Mul mengatakan pada saat itu, syarat menjadi driver Gojek hanyalah dengan fotokopi KTP, dan SIM saja. Setelah mendaftar, baru lah seminggu kemudian dirinya dipanggil untuk training. Mul sendiri juga tidak tahu, bahwasanya dia pendaftar yang mendapat nomor registrasi Gojek 001.

“Kalau pendaftar awal iya, tapi kalau pendaftar pertama mungkin Gojek punya data ya. Karena 001 bukan saya mau, tapi Gojek yang ngasih ke saya nomor Gojek 001,” katanya.

Sistem orderan yang masuk akan diinformasikan oleh call center Gojek. Lalu, jika pengemudi bersedia menerima orderan tersebut, beberapa saat kemudian pengemudi akan menerima SMS alamat penjemputan dan pengantaran.

“Kalau kita bilang ‘bisa’ ya udah, setelah kita bilang siap bisa ambil orderan beberapa saat satu menit kemudian, ada SMS masuk. SMS alamat penjemputan dan alamat pengantaran. Tapi, kala kita bilang ke call center “mohon maaf saya hari ini libur”, ya udah call center akan menutup dengan “Terima kasih pak, kita carikan driver yang lain”. Itu bahasa baku temen-teman di call center. Itu kaya gitu tahun 2010 sampai 2014 awal,” ujar Mul.

Mul juga menceritakan awal mula ia bertemu Founder Gojek Nadiem Makarim. Pertemuan pertama mereka terjadi di tahun 2010.

“Ketemu pertama ya di 2010, kebetulan saya sendiri juga dulu nggak tau kalau Pak Nadiem ini bosnya Gojek. Setelah seminggu kemudian, ada yang ngasih tau itu namanya Pak Nadiem yang punya Gojek. Lah itu saya bilang, saya sering ketemu kalau lagi disuruh sama Ibunya cuma kan kita nggak pernah ngobrol,”

Setelah pertemuan itu, Mul dan pendiri Gojek itu pun semakin dekat. Mul mengatakan bahwa sosok Nadiem juga sering minta saran dan masukan tentang Gojek ke depannya gimana.

Ia menjelaskan bahwa program pertama Gojek saat itu adalah untuk memberdayakan waktu luangnya tukang ojek. Namun, ketika melakukan sosialisasi ke opang lainnya, Mul mengatakan itu bukan suatu yang mudah.

“Awal-awal Gojek berdiri itu, sesuatu yang sulit, nggak mudah. Gojek sendiri emang bener-bener mulai dari nol. Jadi, kami di 2010, 20 mitra pertama ini, kita kemana-mana dibekalin brosur Gojek, kartu nama Gojek terus kita bagi-bagiin ke tamen-teman, ke customer yang kita anterin gitu. Karena Gojek sendiri belum punya marketing, yang bisa membantu. Ya marketingnya kita-kita ini driver,” jelas Mul.

“Pak Nadiem nggak setiap hari ikut bagiin brosur, karena pada saat itu beliau masih sibuk kuliahnya belum kelar. Jadi, sambil beliau menyelesaikan kuliahnya, sambil bantu gimana Gojek itu bisa berkembang,” tambahnya.

Mul mengungkapkan menjadi mitra awal Gojek, banyak tantangan luar biasa. Dan itu bukan suatu yang mudah baginya.

“Kita ngasih informasi, ke temen-temen opang ini, didengerin aja udah Alhamdulillah. Kadang-kadang kita ngasih brosur, brosurnya aja disobek depan mata kita. Mereka nggak mau, kasarannya mereka menganggap udah dah lo jangan nipu-nipu. Itu dari 2010-2013 begitu. Bahkan sesuatu hal yang kita terima itu, cacian, makian. Setiap kita menjalankan ngasih informasi Gojek, ya itu yang kita terima,” ungkap Mul.

“Pak Nadiem itu selalu ngasih support ke kita. Ayo terus jangan patah semangat. Dan waktu itu kami dan teman-teman diangkatan 2010 ini, emang nggak banyak. Angka pertama kita itu 20 mitra. Waktu itu kami tetap solid, dan saling bantu membantu bagaimana caranya Gojek bertahan dan bisa berkembang. Itu yang selalu kita ingat dari Pak Nadiem, dan tantangan di luaran tetap kita hadapi,” sambungnya.

Saat itu, yang membuat dirinya bertahan untuk terus menjadi driver Gojek adalah ia berprinsip dan berpedoman kalau setiap pekerjaan bahwasanya mengandung risiko.

“Sejak 2013, saya fokus ke Gojek nggak di opang lagi. Karena saat itu orderan udah banyak, jadi kita udah nggak sempat ngopang,”

Mul mengungkapkan ia pernah mendapatkan omzet terbesar hingga Rp 500 ribu per hari, dari puluhan orderan.

“Waktu itu, di tahun 2014 sampai 2015 saya bisa dapat order 25 sampai 30. Itu bisa dapat paling banyak Rp 500-600 ribu. Itu standar, bahkan teman-teman bisa dapat Rp 700-800 ribu. Start saya mulai dari jam 8 pagi, sampai jam 8 malam. Tapi, kalau saya udah capek ya udahlah nggak memaksakan diri. Dan itu nganternya kemana aja, bisa ke Depok, Tangerang, Jakarta, Bekasi,” katanya.

(tow) Artikel ini telah tayang di detik.com

Loading...