Pengamat Perkotaan Sebut Skuter Listrik di Indonesia Perlu Dikaji Ulang

Mahasiswa menggunakkan Grab Wheels di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Jum'at (19/7/2019). (ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/far)

Pengamat perkotaan dari Rujak Center for Urban Studies (RCUS) Elisa Sutanudjaja mengatakan kehadiran skuter atau otoped listrik di Indonesia perlu dikaji ulang dari sisi keselamatan untuk dioperasikan di jalan umum.

Pernyataan Elisa itu didasarkan pada penelitian Forbes.com tentang penggunaan skuter listrik di Amerika Serikat (AS) yang dilakukan pada 1 September 2017 sampai 31 Agustus 2018.

Hasil penelitian tersebut mencatat sebanyak 249 orang terlibat dalam kecelakaan saat mengoperasikan skuter listrik di jalan umum.

“Sebesar 40 persen dari cedera itu adalah patah tulang. Kemudian kasus menderita trauma kepala sebesar 31,7 persen. Sementara sebesar 27,7 persen korban menderita luka, terkilir, dan memar,” kata Elisa dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.

Menurut penelitian tersebut, lanjut Elisa, seluruh korban memerlukan perawatan medis dengan sepertiga di antaranya diangkut ke rumah sakit menggunakan ambulan.

Penelitian juga menemukan bahwa hanya 4,4 persen pengguna skuter listrik yang patuh menggunakan helm.

Kecelakaan yang paling umum terjadi adalah jatuh, tabrakan dengan objek lain dan pengendara tertabrak kendaraan atau benda lain yang bergerak.

Data Forbes dan Statista berdasarkan riset yang dilakukan oleh University of California Los Angeles dan diterbitkan dalam jurnal medis JAMA Network Open mengungkapkan potensi cedera fatal akibat penggunaan skuter listrik, terutama karena tidak terbiasa mengendarai di kepadatan lalu lintas.

Meski demikian dia tidak menampik jika tren penggunaan skuter listrik sedang menanjak di sejumlah kota besar dunia.

”Demam micro-mobility (skuter listrik) memang sedang terjadi di kota-kota besar dunia. Contohnya Berlin, yang bahkan sampai ada lebih dari lima perusahaan penyedia jasa ini,” tutur Elisa.

Meski demikian konsumen utama jasa penyewaan skuter listrik tersebut bukan warga lokal karena harga sewa yang cukup mahal.

”Harga sewa skuter listrik mencapai 5 Euro. Pengguna terbesarnya itu turis,” tambahnya.

Meski demikian warga Berlin sendiri kurang mengapresiasi keberadaan skuter listrik tersebut karena penggunanya yang bisa dikatakan kurang tertib.

”Ada celotehan yang bilang bahwa pengguna terbesar skuter listrik, selain turis, dan biasanya mereka mabuk jadi membahayakan pejalan kaki,” tutur Elisa.

Menurutnya, skuter listrik akan lebih menarik jika beroperasi di tempat wisata atau pusat kegiatan jenis tertentu yang banyak atraksi, bukan di jalan umum.

Saat ini di Indonesia, Grab menjadi pihak paling giat dalam usaha penyewaan skuter listrik menggunakan merek dagang GrabWheels dan tersebar di sejumlah tempat terutama di kota besar seperti Jakarta.

(antaranews/transonlinewatch)

Loading...