Pelanggaran Persaingan Usaha, Saksi Akui Ada Informasi Order Prioritas Grab ke TPI

Informasi mengenai order prioritas yang diberikan oleh Grab kepada PT Teknologi Pengangkutan Indonesia pernah menyebar.

Hal itu diungkapkan oleh saksi Ponco Seno, Ketua Koperasi Perhimpunan Pengusaha Rental Indonesia (PPRI) dalam persidangan dugaan pelanggaran persaingan usaha dengan terlapor PT Solusi Transportasi Indonesia atau Grab Indonesia dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia, Selasa (26/11/2019).

Di hadapan Majelis Komisi yang terdiri dari Dinni Melanie, Guntur Saragih dan Afif Chasbullah, saksi menceritakan bahwa dia pernah mendengar informasi order prioritas yang diberikan oleh Grab kepada PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) yang menjadi salah satu operator taksi online.

“Secara selentingan saya pernah mendengar informasi order prioritas itu,” ujarnya dalam persidangan.

Akan tetapi, dia tidak mengetahui tindak lanjut dari informasi tersebut karena tidak pernah dikeluhkan oleh para pengemudi yang tergabung dalam Koperasi PPRI. Dia mengaku aktif melakukan advokasi kepada para pengemudi yang tergabung dalam koperasi tersebut.

Baca Juga :  Grab Berencana Meningkatkan Jumlah POI di Layanannya

Selama ini, tuturnya, pihaknya melakukan advokasi bila ada pengemudi yang terkena sanksi berupa penundaan penerimaan order (suspend) dari Grab. Jika kesalahan tidak terletak pada pihak pengemudi maka dia menuntut Grab mesti mencabut sanksi tersebut sehingga pengemudinya bisa menerima orderan.

“Kalau suspend itu macam-macam alasannya. Kalau dulu, jika sering terima order dari pelanggan yang sama maka akan terkena sanksi,” jelasnya.

Ponco juga menjelaskan bahwa koperasi tersebut selama ini hanya bermitra dengan Grab Indonesia. Secara keseluruhan ada 18.000 anggota yang terdaftar, namun hanya 6000 yang aktif menerima orderan melalui aplikasi Grab.

Dia pun menjelaskan bahwa pernah mengoperasikan 147 unit mobil sebagai taksi online berbasis aplikasi Grab, pada 2017. Akan tetapi, saat ini mobil-mobil tersebut tidak dia operasikan lagi sebagai taksi online karena menurutnya secara bisnsis tidak menguntungkan.

Baca Juga :  Massa Ojek Online Lakukan Persekusi, Ini Langkah Polres Jakbar

“Kalau dulu ada bonusnya. Sekarang bonus sudah tidak ada lagi. Kalau pengemudi mau coba-coba susah memenuhi setoran. Harus total pengemudinya,” pungkasnya.

Seperti diketahui, Komisi membidik Grab dan PT TPI lantaran keduanya diduga telah melakukan pelanggaran persaingan usaha dengan memprioritaskan mitra pengemudi yang tergabung dalam PT TPI untuk mendapatkan penumpang dibandingkan dengan mitra lainnya.

Dalam Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) perkara Nomor 13/KPPU-I/2019 yang dibacakan investigator, ada tiga pasal yang diduga dilanggar oleh Grab dan PT TPI. Pasal-pasal itu adalah Pasal 14 terkait integrasi vertikal, Pasal 15 ayat (2) terkait exclusive deal dan Pasal 19 huruf (d) terkait dengan perlakuan diskriminatif dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Baca Juga :  CSR Perusahaan Taksi Online Bantu Sopir Angkot Jatim

Investigator KPPU Dewi Sita dalam agenda pembacaan laporan menyebut PT TPI yang diketahui merupakan pelaku usaha penyedia jasa angkutan sewa khusus atau disebut juga sebagai pelaku usaha mikro/kecil yang menyelenggarakan jasa angkutan sewa khusus.

Dalam menjalankan kegiatan usahanya, PT TPI bekerja sama dengan pengemudi (driver) yang merupakan pihak independen untuk mengoperasikan kendaraan roda empat yang disewa dari PT TPI.

Dalam menelaah pasar bersangkutan kedua terlapor, investigator menemukan adanya keterkaitan antar pasar produk PT TPI dengan Grab. Disebutkan bahwa Grab sebagai penyedia aplikasi telah memberikan perlakuan eksklusif terhadap mitra pengemudi di bawah naungan PT TPI yang menyewa mobil dari PT TPI.

Dugaan itu diperkuat dengan lantaran kedua perusahaan tersebut diduga terafiliasi, mengingat adanya jabatan rangkap antar direktur dan komisaris di kedua perusahaan tersebut.

(bisnis.com/transonlinewatch)

Loading...