Pemerintah dinilai gagap menghadapi era digital. Hal itu dilihat dari pembatalan sejumlah pasal dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek oleh Mahkamah Agung (MA).
Baca: Kemenhub Mulai Kaji Aturan Taksi Online yang Baru
Ekonom dari Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, mengatakan bahwa saat ini dunia berbicara tentang revolusi industri keempat yang didorong perkembangan information and communication technologies (ICT).
“Kita bicara artificial intelligent, e-commerce. Jadi pemerintah seharusnya jangan gagap. Ini belum apa-apa, baru mulai. Setelah ini, kita akan menghadapi yang jauh lebih besar dari ini,” ujar Fithra dalam acara diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat pada Sabtu (16/9/2017).
Sampai saat ini kehadiran transportasi berbasis jaringan menghadapi pro dan kontra. Di sejumlah daerah, keberadaan transportasi online ini ditentang dan dibatasi.
Fithra mengatakan, ke depan pemerintah tidak hanya memikirkan bagaimana membuat payung hukum bagi aktivitas transportasi online, tetapi juga hal lain terkait perkembangan digital.
Baca: Pengamat: Fintech Meledak pada Tahun 2020, GO-PAY Jadi Dompet Digital Terbesar di Indonesia
Meski demikian, Fithra optimistis pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Joko Widodo mampu mewujudkan itu. Sebab, Presiden Jokowi dinilai memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengan stakeholder.
“Jangan sampai di level kementerian menegasikan semua itu. Ini sudah positif nih. Tapi kok ada peraturan-peraturan yang seakan mengontraksi kemudahan berbisnis,” kata dia.
Baca:
- Jokowi Sebut Transportasi Online sebagai Industri Kreatif, Regulasi Jangan Buat Tarif Jadi Mahal
- Jokowi: Keberadaan Transportasi Online Memiliki Banyak Manfaat dan Tak Bisa Dihindari
Fithra mengatakan, Indonesia sangat berpotensi mengembangkan ekonomi digitalnya. Oleh sebab itu, dibutuhkan regulasi yang berkualitas agar aktivitas ekonomi digital di dalam negeri tetap berjalan dengan harmonis tanpa menimbulkan guncangan di tataran masyarakat seperti yang pernah terjadi pada transportasi online.
“Berdasarkan studi, perkembangan start up itu bisa menciptakan 6 juta tenaga kerja baru, 4 juta di antaranya ada di Asia Tenggara. Yang paling besar di Indonesia. Makanya semuanya pada datang ke sini,” ujar Fitra.
(kompas/tow)