Mantap, Transportasi Online Bisa Memecahkan Persoalan Penataan Kawasan

Jakarta,- Masyarakat disebut lebih memilih transportasi berbasis aplikasi online karena masih banyak pemukiman yang belum terjangkau transportasi umum.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance ( INDEF) Enny Sri Hartati menjelaskan, kondisi tersebut mendorong masyarakat enggan menggunakan transportasi publik.

“Bahkan, mereka lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Karena tidak tersedianya transportasi umum yang aman, nyaman, dan cepat,” kata Enny, dalam diskusi yang diselenggarakan di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (3/8/2017).

Akibatnya, hal itu dapat menyebabkam kemacetan dan pencemaran lingkungan. Jika hal ini dibiarkan, maka kota akan semakin sesak, mobilitas terganggu hingga tidak mampu tumbuh secara berkualitas.

Dengan demikian, kehadiran transportasi umum berbasis aplikasi online memungkinkan menjadi solusi penataan kawasan pemukiman.

Baca Juga :  Biadab! Driver Grab di Medan Sekap dan Peras Pekerja Rental Mobil

“Penyediaan kebutuhan pemukiman untuk masyarakat berpenghasilan rendah sering terkendala mahalnya harga tanah. Sementara di daerah yang lahannya masih terjangkau, sering terkendala tidak adanya fasilitas transportasi,” kata Enny.

Baca:

Presidium Masyarakat Transportasi Indonesia Muslich Asikin menjelaskan beberapa keuntungan transportasi berbasis aplikasi online bagi konsumen. Mulai dari pemesanan mudah, biaya diketahui di awal, waktu tunggu singkat, hingga jelasnya identitas pengemudi.

Hanya saja, berkembangnya transportasi online menyebabkan munculnya berbagai penolakan. Terutama dari operator dan pengemudi taksi konvensional, karena adanya persaingan usaha.

Setelah itu, Kementerian Perhubungan menerbitkan Permenhub Nomor 26 Tahun 2017 yang mengatur mengenai layanan transportasi umum dalam trayek dan tidak dalam trayek.

Baca Juga :  Gojek Hadirkan GoClub, Program Loyalitas Pelanggan Layaknya 'Anak Sultan'

“Dalam aturan itu, ada tiga klausul yang menambah rumit situasi. Yakni kuota, tarif atas dan bawah, dan pengalihan kepemilikan kendaraan,” kata Muslich.

Ia mengimbau adanya revisi Permenhub tersebut. Dia menganggap, aturan tersebut berlawanan dengan rasa keadilan, pelayanan bagi masyarakat, dan berlawanan dengan aspirasi masyarakat.

(Kompas/Tow)

 

Loading...