Transportasi Online Dilarang Beroperasi, Puluhan Ribu Warga Tolak Keputusan Pemprov Jabar

Warga Jawa Barat (Jabar) mendukung petisi menolak larangan transportasi online. Petisi ini diajukan menyusul rencana kebijakan Pemprov Jabar yang melarang transportasi online karena desakan dari para sopir Angkot yang mengancam mogok.

Petisi “JANGAN KEMBALI RENGGUT KEBEBASAN MASYARAKAT JAWA BARAT UNTUK MEMILIH TRANSPORTASI” ini ditujukan ke Presiden Jokowi, Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, dan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil. Petisi ini hingga (11/10) sudah ditandatangani lebih dari 22 ribu orang.

Sebenarnya petisi ini, petisi lama yang diperbaharui, terlihat dari keterangan di kolom komentar. Petisi ini sudah ada sejak Maret 2017 lalu. Beberapa waktu lalu Pemprov Jabar memang sudah berencana akan melarang transportasi online.

Kemudian pada 9 Oktober keluar kesepakatan antara Dishub Jabar dengan Wadah Aliansi Aspirasi Transportasu (WAAT) yang merupakan kumpulan transportasi konvensional. Dalam keputusan kesepakatan itu, Dishub mendukung larangan transportasi online beroperasi di Jawa Barat.

Baca Juga :  Blue Bird Masih Tunggu Aturan Main dari Pemerintah Soal Taksi Listrik

Baca:

Petisi dari Warga Jawa Barat ini pun diperbaharui. Berikut isinya:
Bandung, 10 Oktober 2017. Kabar duka dari JABAR atas keluarnya pernyataan Pemerintah dengan WAAT (Wadah Aliansi Aspirasi Transportasi) mengenai penghentian beroperasinya angkutan sewa khusus/ taksi online (Grab, Uber, Go Car dan Gojek). Dengan alasan meredam ancaman beberapa pihak. Pemerintah telah mengabaikan hak masyarakat luas dalam memilih layanan transportasi yang telah menjadi solusi dan juga mata pencaharian warga.
Keputusan yang sangat sulit dipercaya keluar dari pemerintah Jawa Barat & Kota Bandung yang terkenal akan semangat kemajuan. Bapak Presiden RI yth, mohon agar menjadi perhatian atas kekhawatiran masyarakat ini. Setidaknya di Jawa Tengah, kami melihat Bapak Gubernur melakukan jajak pendapat pada warga. Di Jawa Barat dan Bandung yang baru saja ulang tahun, justru keputusan dikeluarkan atas tekanan. Mengabaikan aspirasi masyarakat.
Marilah coba kita lihat berita-berita hari ini, angkot-angkot masih siaga untuk melakukan aksi protes dan sweeping ke jalan mencari para pengemudi taksi/ ojek online. Bahkan tak hanya itu, mereka pun senantiasa memberhentikan angkutan umum lainnya seperti bus damri entah tujuannya apa namun malah mengganggu aktivitas lalu-lintas. Aksi ini bukan hanya meresahkan para pelaku kerja taksi/ ojek online yang ingin mencari nafkah, tapi juga mengganggu masyarakat. Aksi demo dan tuntutan terhadap solusi transportasi baru ini menimbulkan pertanyaan dibanyak benak masyarakat, MENGAPA HANYA MEMPERTIMBANGKAN SUARA PARA PELAKU ANGKUTAN OFFLINE SAJA?
Suara masyarakat apakah pernah didengar? Bahkan pernahkan pemerintah mengajak masyarakat untuk jajak pendapat mengenai isu revolusi transportasi ini? Setidaknya pernahkah melakukan survey kepada masyarakat, lebih setuju mana transportasi online ataukah terus memaksakan kami, masyarakat Jawa Barat, untuk tetap naik angkot?
Pernahkah pemerintah melakukan evaluasi pada kinerja organda yang menaungi angkutan kota? Bukannya angkutan kota (angkot) harusnya “mengadu” pada wadah yang menaungi mereka untuk memberikan solusi baru dan pengembangan lain bagi mereka untuk bersaing secara adil atas kehadiran kompetitor (taksi online)? Bukahkah kita ingin menjadi “Indonesia’s leading smart city” tapi kok transportasinya tidak didukung menjadi SMART ya?
Sudah berapa banyak keluhan mengenai pelayanan supir angkot dan berita-berita aksi kriminal bahkan pelanggaran pengemudi angkot sendiri? Sampai sekarang tidak ada pembenahan atau pembaharuan.
(kumparan/tow)

 

Baca Juga :  Buru Pembunuh Sopir Taksi Online Grab, Polisi Bekerja Ekstra
Loading...