Sejumlah Angkot Tetap Maksa Mogok, Penumpang Kian Kehilangan Simpatik

Aksi mogok sejumlah angkutan umum di kawasan Bandung Raya dikecam sejumlah calon penumpang. Mereka menilai aksi tersebut sangat tidak simpatik. Selain menyalahi kesepakatan, hal itu mengindikasikan mereka tidak memperdulikan masyarakat, khususnya nasib calon penumpang.

“Coba kalau mereka terang-terangan mau mogok, tentunya ada armada pemerintah atau TNI/Polri yang membantu calon penumpang untuk mengantarkan ke tempat tujuan. Ini mereka membuat kesepakatan sendiri tanpa memperdulikan kami nasib calon penumpang,” ujar Nia (30), warga Kompleks Cibolerang, yang bekerja di sebuah perusahaan di kawasan Asia-Afrika, Kota Bandung, Selasa (10/10/2017).

Sehubungan hal itu, ia meminta kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mencabut larangan beroperasinya angkutan berbasis online. “Pemerintah harus pro rakyat yang lebih banyak, angkutan berbasis online harus diperkenankan untuk beroperasi,” tandasnya.

Adanya aksi mogok sejumlah angkutan umum pun mendapat kecaman dari warga lainnya, Rakhmalia (44). PNS yang bekerja di Balaikota Bandung ini mengaku kini lebih memilih ojek daripada angkutan umum.

“Saya sudah enggak percaya sama angkot. Kalau enggak minta tarif naik, eh mogok. Ini buktinya,” ujarnya.

Menurutnya, hal itu yang mendasari sejumlah masyarakat lebih memilih untuk menghindari angkutan umum. Mereka menjadi lebih memilih menggunakan angkutan jenis lain atau bahkan memaksakan memiliki kendaraan sendiri.

“Ya orang pastinya lebih milih beli sepeda motor atau bahkan mobil. Kalau tidak, naik bus atau angkutan berbasis online atau ojek,” ujarnya.

Baca:

Sementara itu Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Konsumen Indonesia, Firman Turmantara menilai persoalan pembekuan taksi online jangan hanya melihat aspek regulasinya saja tetapi harus juga mempertimbangkan hak-hak konsumen.

“Persoalannya bukan hanya regulasi, namun juga aspek yuridis, sosiologis dan filosofis, karena secara filosofis, keadilan untuk konsumen dan pelaku usaha juga harus dipertimbangkan,” ujar Firman saat On Air di PRFM.

Menurutnya, konflik antara transportasi konvensional dan transportasi online yang sering terjadi belakangan ini hanya akan merugikan masyarakat sebagai konsumen.

“Dari konflik ini yang akhirnya dirugikan adalah konsumen, ini yang harus dipikirkan pemerintah karena ini hak dasar, hak asasi, jika saja masyarakat atau konsumen merasa dirugikan, bisa saja mereka memboikot kedua jenis transportasi ini,” tambahnya.

Firman juga menyayangkan pemerintah tidak melibatkan pihak konsumen dalam musyawarah perihal persoalan ini.

“Kenapa dalam setiap musyawarah, pihak konsumen tidak dilibatkan, ini ironi, padahal kita menyuarakan hak konsumen, prinsipnya harus mengakui adanya hak memilih dari konsumen, jadi yang konvensional ditingkatkan segala jenis pelayanannya, yang berbasis online juga jangan dimatikan, jadi tolong hargai hak konsumen,” pungkasnya.

(galamedianews/tow)

Loading...