Pesan Pengamat untuk KATO, Jangan Politisasi Ojek Online, Kurang Elegan dan Menjerumuskan

Pasca diputuskan ditolaknya materi untuk melegalkan ojek online (ojol) sebagai alat transportasi umum oleh Mahkamah Konstitusi (MK), dikhawatirkan akan kelangsungan masa depan ojol. Apalagi di tahun politik, sudah dibawa ke ranah politis dengan mengajak jangan pilih Presiden yang tidak lindungi ojek online.

Mempertahankan ojek online sebagai sarana angkutan umum penumpang sangat tidak menguntungkan dan lebih banyak merugikan. Baik bagi masyarakat maupun negara. Namun sebagai sasaran peralihan sebelum fasilitas angkutan umum penumpang memadai masih dapat ditolerir.

Namun inipun harus ada batasan waktu atau target kapan fasilitas transportasi umum penumpang bisa memenuhi kebutuhan publik. Ini pekerjaan yang tidak mudah dan harus dilakukan pemda dan jika tidak mampu bisa minta bantuan pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan.

Menjadi driver ojol bukan mengatasi pengangguran, akan tetapi sebagian besar termakan iming-iming dari aplikator akan memberikan pendapatan mencapai Rp 8 juta per bulan di tahun 2016. Jangankan Rp 8 juta per bulan, kala itu bisa mencapai Rp 10 juta perbulan, karena aplikator masih memberikan tambahan bonus.

Sekarang, pendapatan sebesar itu hanya impian. Untuk mendapatkan Rp 3 juta sebulan harus bekerja mulai jam 06.00 hingga 22.00 (16 jam) tanpa hari istirahat. Menurut UU Ketenagakerjaan, sehari bekerja 8 jam. Aplikator juga tidak mau lagi memberikan subsidi. Kinerja aplikator tidak ada yang mengawasi dan sistem yang digunakan tidak ada pihak yang mengaudit. Akhirnya, menyebabkan kesewenangan aplikator terhadap driver ojek online.

Baca Juga :  Sempat Viral Karena Salah Jalan, Karyawati ini Minta Maaf ke Driver dan Grab

Besarnya iming-iming itu membuat sebagian publik beralih profesi. Driver ojol bervariasi profesi awalnya, driver ojek pangkalan, petani, pedagang, sopir angkot, pengawas bangunan, buruh pabrik, buruh bangunan, guru, pensiunan. Penulis belum pernah menemukan pengangguran lantas memilih profesi driver ojol, tetapi yang kerap terjadi beralih profesi.

Sekarang, beberapa driver ojek online perlahan mulai beralih ke profesi semula. Namun yang awalnya keluar dari usaha resmi, sulit kembali ke tempat pekerjaan semula. Profesi sebagai driver ojek online tidak bisa menjajikan sebagai penopang hidup dalam jangka lama. Kebanyakan profesi driver ojek online hanya pekerjaan sementara sebleum mendapatkan profesi pekerjaan yang menjajikan jangka lama.

Dengan hubungan kerja kemitraan dengan aplikator membuat lemah posisi tawar hubungan kerja antara driver ojek online dengan aplikator. Sebaiknya dapat dicarikan terobosan hukum yang dapat mengatur memberikan kesejahteraan dan jaminan hidup para driver ojek online. Tanpa harus memaksakan pemerintah untuk menjadikan sepeda motor sebagai sarana transportasi umum.

Pertimbangan alasan keselamatan, keamanan dan kenyamanan penumpang menjadi pertimbangan utama tidak menjadikan sepeda motor sebagai angkutan umum. Lebih baik mempromosikan angkutan bajaj yang lebih ramah lingkungan, tidak kepanasan dan tidak kehujanan. Angka kecelakaan sepeda motor masih tinggi. Baik korban maupun kendaraan yang terlibat. Rata-rata masih di atas 70 persen.

Baca Juga :  TP PKK Sumut dan Grab Lakukan Vaksinasi untuk Lansia dan Pekerja Publik

Awalnya, keberadaan ojek online ini tidak seperti sekarang yang bergerombol di tepi jalan yang semestinya area dilarang parkir. Selain mengganggu pengguna jalan lain, para driver dan penumpang ojek pun menjadi tidak nyaman. Dengan sistem online, driver tidak perlu mencari penumpang, tidak perlu menunggu di pangkalan, cukup menunggu di rumah untuk mendapat penumpang.

Dengan berjalannya waktu dan makin kerasnya persaingan akibat jumlah driver ojek online semakin banyak dan tidak ada pembatasan, membuat persaingan mencari penumpang tidak seperti janji semula. Lebih bijak pihak Komite Aksi Transportasi Online (KATO) membantu untuk memaksa kepala daerah segera menyiapkan angkutan umum di daerah dengan memanfaatkan driver ojek online menjadi bagian dari usaha angkutan umum itu (beralih profesi).

Ketimbang mengajak jangan pilih Presiden yang tidak lindungi ojek online. Apakah ada jaminan jika dengan presiden yang baru akan otomatis mengubah status ojek menjadi sarana angkutan umum penumpang? Daerah tertentu memang masih memerlukan ojek sepeda motor, karena belum tersedia fasilitas angkutan umum memadai.

Baca Juga :  Penumpang Terlantar Imbas Demonstrasi Penolakan Transportasi Online di Balikpapan

Online hanya sistem bukan segalanya. Namun online memang diperlukan dalam kehidupan sekarang karena lebih efektif dan efisien.

Jangan politisasi ojek online penumpang, kurang elegan dan menjerumuskan. Jika berganti presiden pun tidak ada jaminan secara otomatis ojek online bisa jadi sarana angkutan umum. Masih harus melalui proses yang cukup lama kendati harus merevisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Sepeda motor sebagai salah satu fasilitas angkutan umum suatu kemunduran cara bertransportasi. Bisa terjadi pemborosan energi lebih besar, polusi udara meningkat, biaya operasi kendaraan lebih mahal, dengan daya angkutnya cuma satu orang penumpang.

Yang jelas ongkosnya lebih mahal ketimbang menggunakan angkutan umum. Jalan raya makin ramai kendaraan pribadi, kemacetan dan kesemrawutan pasti akan terjadi. Tidak berupaya mendorong masyarakat menggunakan angkutan umum. Mobilitas manusia secara massal sangat tidak efisien menggunakan sepeda motor.

Jika ingin hemat energi, kurangi polusi, kurangi kemacetan, melancarkan perjalanan, meminimkan korban kecelakaan, keberadaan dan kehadiran transportasi umum sangat dinantikan. Kota yang maju dan modern adalah kota yang dapat menyediakan fasilitas transportasi umum humanis yang dilengkapi dengan fasilitas pedestrian bagi warganya.

(gatra/tow)

Loading...