Larang Transportasi Online, Bupati Karawang Diminta Tak Ambil Keputusan Sepihak

Bupati Cellica Nurrachadiana diminta tidak mengambil kesimpulan sepihak terkait kebijakan larangan transportasi online di Kabupaten Karawang. Perwakilan Pengusaha Grab dan Pengemudi Online Asli Karawang, Ren Triadi mengatakan, keberatan yang paling mereka rasakan adalah dicap ilegal.

Padahal, mereka berpegang pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

“Putusan Mahkamah Agung bahkan telah membuka kran bagi seluruh transportasi online bisa masuk ke wilayah mana saja. Sehingga bagi kami pun sulit membendung jika terjadi invasi besar-besaran dari luar masuk Karawang,” ungkapnya.

Dikatakan Triadi, pihaknya merasa diperlakukan tidak adil saat mencari nafkah di daerahnya sendiri, justru dilarang oleh pemkab hanya karena muncul reaksi dari para sopir angkot yang disebutnya tidak sedikit warga pendatang.

“Kami bukan berarti rasis, tapi wajar jika kami pun bereaksi di kala diperlakukan tidak adil di daerah sendiri. Bahkan kebijakan melarang kami setelah bupati hanya mendengar sepihak,” tandasnya.

Ren Triadi berani memastikan, keputusan larangan grab milik warga Karawang sama saja dengan membiarkan lahan usaha diambil pengusaha sejenis dari daerah lain. Karena grab dari Jakarta dan beberapa kota dari Bekasi makin terbuka dan bebas masuk wilayah Karawang. Ujung-ujungnya, warga Karawang cukup jadi penonton tanpa mampu memanfaatkan peluang usaha bidang ini sebagaimana putusan MA.

Baca:

Menurutnya, transportasi online yang selama ini sudah masuk Karawang, ternyata itu berasal dari Jakarta, Bekasi, Cikarang, dan Tambun. Wilayah Karawang bagi mereka adalah ladang emas untuk mencari insentif. Treknya pendek, tidak macet.

“Makanya memburu kesini (Karawang). Padahal dari kita sendiri malah banyak terbuang kesana. Masalah kita sebetulnya bukan karena transportasi online masuk di Karawang. Tapi kita tidak bisa membatasi grab dari mana-mana beroperasi di Karawang. Menumpuk di sini sampai sekian ratus unit. Kondisi ini mengambil semua pasar angkot maupun grab lokal Karawangnya sendiri,” paparnya.

Ia menambahkan, dominasi angkutan umum tradisional secara perlahan mulai tergeser oleh pesatnya perkembangan teknologi yang secara beriringan membuat tuntutan publik pun terhadap transportasi massal berbanding lurus. Dalam kondisi seperti ini, pihaknya menawarkan solusi. Yaitu, perlu ada pihak yang menjadi jembatan.

“Saat investasi di angkot sudah tidak menguntungkan, berarti kita harus membuka investasi baru. Mari kita buat asosiasi yang mewakili pengusaha angkot dan grab asli Karawang, termasuk di dalamnya melibatkan para driver kita masing-masing dengan dibekali savety driving,” pungkasnya.

(jawapost/tow)

Loading...