Hubungan Grab dengan Mitra Buruk, Pengamat Transportasi Minta Pemerintah Turun Tangan

Pemerintah diminta segera turun tangan untuk menjembatani kepentingan perusahaan teknologi berbasis transportasi dengan para mitranya. Desakan itu bertepatan dengan akan berlakunya revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 per 1 Juli 2017.

Permintaan agar pemerintah campur tangan disampaikan oleh pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan. Tigor menyampaikan hal itu terkait konflik sejumlah pengemudi GrabCar dengan manajemen yang terjadi belakangan.

“Dengan regulasi yang ada, pemerintah punya kekuatan hukum untuk campur tangan, seperti hubungan kemitraan yang bermasalah itu,” ujar Tigor sebagaimana yang dilaporkan CNNIndonesia.com pada Kamis (29/6).

Regulasi yang dimaksud, yakni revisi Permenhub No.32/2016. Dalam peraturan itu terdapat poin-poin yang secara umum membatasi kuasa perusahaan layanan, seperti Gojek, Grab, dan Uber, dalam menentukan tarif dan jumlah kendaraan.

Selain itu, ia menyebutkan, pemerintah masih punya amunisi berupa UU Nomor 22/2009. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa pemerintah wajib menyediakan layanan angkutan yang aman, nyaman, dan bisa diakses masyarakat.

“Kalau dengan peraturan yang sudah ada ini, sebetulnya itu pihak pengelola bukan apa-apa. Mereka hanya penyedia saja untuk aplikasi itu,” jelas Tigor.

Baca Juga: Ricuh! Kantor Grab Didemo Driver Karena Kebijakannya Merugikan

Tigor menilai, dengan keadaan saat ini, perusahaan penyedia layanan lebih diuntungkan ketimbang mitra pengemudi. Dalam kasus Grab misalnya, kode etik yang dibuat tidak melibatkan pihak pengemudi selaku mitra kerja.

Kendati demikian, ia juga mengakui, ada sejumlah pengemudi yang berbuat curang dalam praktiknya. Ia mencontohkan, dengan pengalamannya yang pernah ditagih tarif tambahan.

Pemerintah Belum Hadir

Perkara sejumlah pengemudi GrabCar yang tak terima akunnya dinonaktifkan oleh perusahaan, merupakan contoh bahwa intervensi pemerintah sebagai pengawas dibutuhkan.

Dalam kasus tersebut, kedua pihak saling mengklaim dirinya benar. Pihak pengemudi menyebut perusahaan sewenang-wenang dalam menjatuhi sanksi tanpa ada notifikasi atau upaya konfirmasi atas pelanggaran yang dituduhkan.

“Bagaimana mereka tahu kalau itu melakukan kecurangan kalau dia nggak panggil atau konfirmasi ke pihak yang bersangkutan,” ucap Bintang (25), perwakilan dari pengemudi GrabCar yang protes.

Pihak Grab pun tak kalah ngotot. Dalam pernyataan terbaru, mereka mengaku, telah memberikan notifikasi melalui notifikasi di dalam aplikasi.

“Mitra pengemudi yang bersangkutan akan diberi kesempatan untuk melakukan evaluasi terhadap kinerjanya sebelum akunnya dibekukan oleh pihak Grab,” kata Marketing Director Grab Indonesia Mediko Azwar pada Jumat (30/6).

Sebagai solusi, Tigor menyarankan, pihak pengemudi melaporkan kasus mereka ke kepolisian atau Kementerian Perhubungan. Selain menjelaskan perkara, cara berguna untuk membuktikan klaim masing-masing pihak.

“Asal pengemudi bisa membuktikan mereka ga bersalah,” imbuh dia.

Tigor menambahkan, konflik tersebut bisa dihindari apabila pemerintah bisa memenuhi perannya sebagai pengawas, baik mengawasi hubungan kerja sama antara pengemudi-perusahaan serta hak masyarakat sebagai penumpang yang berhak mendapat angkutan nyaman, aman, dan terjangkau.

“Nah pemerintah kita belum memenuhi kewajiban itu,” tukasnya.

(CNN/tow)

Loading...