Cara Mahasiswa Penuhi Kebutuhannya, dari Ojek Online sampai Pijat Online

Ada-ada saja ide usaha yang dimiliki oleh mahasiswa untuk memenuhi kebutuhan kantongnya. Mulai dari mendirikan usaha jasa transportasi seperti ojek online hingga usaha dengan inovasi baru yaitu jasa pijat.

Usaha jasa pijat berbasis online ini sudah ditekuni Maryono Purba, seorang mahasiswa Fakultas Perikanan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang selama hampir satu tahun. Ia bercerita tentang bagaimana kebisaannya ini dapat menjadi usaha yang ternyata banyak diminati oleh mahasiswa.

“Pertama, saya punya keturunan bisa memijat. Turunan tersebut saya dapat dari nenek saya di Kampung Berastagi. Awalnya saya memijat teman sekelas saya doang, enggak ada yang tahu kalau saya bisa mijat,” ujar Maryono sembari tersenyum saat membagi ceritanya, baru-baru ini, di Rumah Makan Dapoer Roti Bakar, Jatinangor.

Suasana Dapoer Roti Bakar, Jatinangor, Sumedang yang hening kala siang itu seakan turut mendengar cerita Maryono atau yang lebih akrab disapa Ono tentang usaha jasa pijatnya ini. Ide membuka usaha pijat sebenarnya mulai terbentuk matang saat Ono menghadiri Rapar, pertemuan para ojek delivery makanan.

Keahliannya dalam memijat diketahui oleh teman-teman di Rapar, saat itu salah seorang temannya dari Fakultas Ilmu Politik dan Sosial di Universitas yang sama memintanya untuk memijat. Sejak saat itu, mereka mengetahui bahwa Ono memiliki sebuah keahlian dan menyarankan untuk menjadikannya sebuah usaha yang menguntungkan.

“No, maneh bikin aja official account pijat. Kan jarang ada akun pijat di Nangor,” kata Ono sembari mengikuti gaya bicara temannya. Ono mengakui bahwa memang belum ada mahasiswa lain yang membuka usaha pijat, baginya ini dapat menjadi peluang yang besar untuk menekuni dan menjadikannya sebuah usaha. April tahun lalu, Ono akhirnya memustukan untuk menekuni keahliannya ini dan menjadikannya sebuah peluang usaha.

Target utamanya adalah mahasiswa, utamanya mahasiswa dari Universitas Padjadjaran. Awal membuka usaha ini, ia mengakui bahwa banyak mahasiswa yang memesan jasa pijatnya. “Karena sempat dipromosikan oleh teman-teman Rapar, jadi banyak mahasiswa yang ingin dipijat,” tutur Ono yang terlihat senang seakan sedang kembali ke masa awal merintis usahanya. Banyaknya mahasiswa yang memesan, membuatnya sempat kewalahan karena saat itu hanya Ono yang menjadi terapis.

“Pas awal merintis, cukup banyak mahasiswa yang mesen, tapi saya tolak. Soalnya, yang mesen rata-rata perempuan, kan gak mungkin saya mijit perempuan. Pernah sih ambil pesenan dari perempuan, tapi hanya bagian tertentu aja, kayak tangan, kaki, dan kepala,” ucapnya sambil tertawa.

“Sebelumnya memang sempat ada dua terapis perempuan yang ikut usaha ini dari Fakultas Ilmu Budaya, tapi mereka udah lulus dan sudah kembali ke asal daerah mereka masing-masing,” katanya. Ini yang menjadi penyebab sempatnya usaha pijat ini vakum beberapa bulan untuk pijat kaum perempuan dan hanya diperuntukkan bagi kaum laki-laki.

Seiring berjalannya usaha pijat miliki Maryono ini, membuat ia memutuskan untuk membuka pendaftaran untuk menjadi terapis. Ia mengungkapkan karena banyaknya perempuan yang mengikuti akun Line pijat online ini membuatnya harus merekrut perempuan untuk menjadi bagian dari usahanya ini.

Diterimalah seorang perempuan dari Fakultas Ilmu Politik dan Sosial Universitas Padjadjaran yang bernama Fika. Ono menceritakan bagaimana sosok Fika yang mampu memijat tujuh pelanggan perempuan dalam satu hari.

Ono juga bercerita tentang sulitnya mencari terapis perempuan karena sudah jarang sekali mahasiswi yang ingin memijat orang lain. Lebih banyak mereka yang minta dipijat. Ia mengungkapkan bahwa banyak perempuan yang menganggap pekerjaan jasa pijat itu merupakan pekerjaan yang tidak gaul.

Begitulah istilah yang ia sampaikan berdasarkan opininya ketika ditanya mengapa hanya satu terapis perempuan yang ikut usaha pijatnya.

Membuka pendaftaran untuk calon terapis juga tidak sembarangan. Calon terapis yang akan mendaftar pastinya ditanya terlebih dahulu apakah mereka bisa mijat atau tidak. Setelahnya calon terapis mencoba untuk mempertunjukkan keahliannya dalam memijat dan diberi training beberapa hari hingga mereka percaya diri untuk langsung memijat pelanggan.

Selama menjalani training, setiap calon terapis diajarkan teknik-teknik memijat. Biasanya pendiri usaha pijat ini mempelajarinya melalui mbah Google, lalu mempraktikkannya pada tubuh sendiri. Setelah itu, diajarkan pada calon terapis. Sehingga mereka dapat ilmu baru juga dari training tersebut.

Ono juga mengatakan, para anggota terapis juga saling berbagi teknik pijat yang mereka punya satu sama lain. Sehingga dapat membantu memperkaya teknik pijat. Tidak hanya itu, teknik pijat terkadang juga ia dapatkan dari pelanggannya sendiri. Ia bercerita saat memijat, pelanggannya sempat mengajarkan teknik baru tentang pijat.

Hal tersebut baginya tentu dapat menambah pengetahuan baru yang dapat ia bagikan kepada anggota terapisnya.

Usahanya untuk mempertebal kantong tidak sampai di situ saja. Inovasi-inovasi lainnya sedang Ono kembangkan untuk melebarkan sayap usahanya ini.

Salah satunya menawarkan pijat lulur kepada pelanggan perempuan. Tidak sulit untuk melakukan pijat lulur, gerakannya hampir mirip dengan pijat relaksasi. Namun sayangnya, pijat lulur hanya diperuntukkan bagi perempuan. Ono mengaku tidak paham dengan teknik yang ada pada pijat lulur, lagi pula jarang ada laki-laki yang meminta pijat lulur. Paling hanya satu atau dua orang saja.

Sering Menolak Orderan
Banjirnya pesanan jasa pijat yang berasal dari mahasiswa membuat Ono dan teman-temannya kewalahan untuk menerima pesanan. Ini menjadi kendala menurutnya dalam memberikan pelayanan untuk para pelanggan. Kurangnya terapis membuat penolakan pesanan sering terjadi. Alhasil keuntungan pemiliki jasa pijat ini menurun.

Ono mengatakan setiap terapis memiliki target enam pelanggan dalam sehari karena tidak ingin mengecewakan pelanggan ke tujuh jika orderannya tetap diambil. Alasannya, mengukur juga kapasitas yang dimiliki setiap terapis. Juga takut membuat pelanggan kecewa karena tenaga yang kurang maksimal.

Penolakan ini membuat beberapa pelanggan bereaksi berbeda, ada yang kecewa dan tidak jadi pesan, ada juga yang mengganti jadwal pijatnya di lain hari. “Pernah ada yang sampai bete karena ditolak, sebenarnya enggak enak nolaknya juga, tapi mau gimana lagi sumber daya manusianya sedikit. Kalau banyak juga gak ada yang ditolak,” ujarnya.

Bagi Ono, uang bukanlah segalanya. Setiap terapis memang memberikan sebagian hasilnya sejumlah lima ribu rupiah kepada sang pemilik. Namun, uang yang telah dikumpulkannya tersebut dikembalikan lagi kepada terapis-nya yang berjumlah tiga orang dalam bentuk makan bersama.

Ono tidak hanya ingin usahanya maju, tapi juga ingin menjalin keakraban antara satu terapis dengan terapis lainnya, agar sifat akrab tersebut juga dapat diterapkan kepada para pelanggan.

Salah seorang pelanggan setia jasa pijat ini juga memberikan kesannya terhadap pelayanan dari terapisnya. Yosefa Resti ketika ditemui di halte Fakultas Ilmu Komunikasi langsung antusias saat ditanya bagaimana pelayanan yang diberikan oleh jasa pijat tersebut. Ia mengatakan bahwa sejauh ini pelayanan yang diberikan sudah cukup memuaskan.

“Pelayanan dari jasa pijat in sangat baik, terapisya sangat friendly jadi enak bisa diajak ngobrol, mijat-nya juga bisa sesuai yang kita mau kok. Waktu yang diberikan kadang lebih dari biasanya. Pokoknya pijatannya enak banget sampe aku bisa ketiduran,” ungkapnya dengan antusias.

Usaha pijat ini benar-benar ingin diseriuskan oleh sang pemilik. Ia mengatakan ingin sekali membuka cabang jasa pijatnya di Bandung dengan target yang sama, yaitu mahasiswa. Ono ingin memperkenalkan usaha jasa pijatnya ini kepada mahasiswa-mahasiswa di sekitaran Bandung, seperti di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

Namun, hal tersebut masih dalam bentuk pemikirannya saja karena belum tahu siapa yang akan mengelola usahanya di Bandung. Sementara, usaha jasa pijat ini hanya diperuntukkan bagi mahasiswa yang tinggal di Jatinangor dan sekitarnya.

(CNN/tow)

Loading...