Banyak Spanduk Larangan Taksi Online Beroperasi, Sopir Takut Jadi Pengangguran

Usman, yang saban hari bekerja sebagai pengemudi GrabCar berharap Dinas Perhubungan mau membatalkan imbauan berupa larangan beroperasinya taksi online.

Menjadi pengemudi GrabCar, Usman mengaku pendapatannya rata-rata Rp 200 ribu per hari. Sebelumnya, ia hanya sekadar sopir rental mobil. Kini, dirinya takut jadi pengangguran.

“Jangan buat saya kehilangan pekerjaan. Ekonomi saya jauh lebih baik setelah jadi sopir GrabCar,” kata Usman, Minggu (16/7/2017).

Di beberapa pusat keramaian, terpasang spanduk berisi larangan beroperasinya angkutan berbasis online yang tak memiliki izin sesuai Permenhub Nomor 26 Tahun 2017.

Imbauan tersebut dipajang di beberapa pusat keramaian, seperti Kantor Satlantas Polrestabes Medan, Stasiun Kereta Api Medan, Sun Plaza, Plaza Medan Fair dan Thamrin Plaza.

Tak hanya Usman, Satria Yudha, pengemudi GrabCar lainnya menyatakan ekonominya kian membaik selama menekuni profesi tersebut. Ia mampu memperoleh hingga Rp 4,6 juta per bulan dengan profesi sebagai pengemudi angkutan berbasis online.

Baca:

Namun, jumlah tersebut bukanlah angka fantastis, lantaran Yudha harus membayar cicilan mobil.

“Kalau dihentikan sementara saya terancam kehilangan mobil. Uang yang saya dapat pas-pasan membayar cicilan mobil,” ujarnya yang sebelumnya sebagai pedagang bawang.

Ia menyayangkan langkah Dinas Perhubungan melakukan sosialisasi menggunakan spanduk. Cari ini, sebut Yudha, dapat membahayakan keselamatan para pengemudi taksi online.

“Kalau memang tak boleh beroperasi langsung ke manajemen saja. Spanduk ini bisa membahayakan pengemudi, tak ada spanduk saja abang-abang betor (becak motor) berani memberhentikan sopir dan menyuruh keluar penumpang,” sambungnya.

Ia juga mengaku hingga saat ini manajemen belum menutup aplikasi, sehingga dirinya masih dapat menerima orderan.

“Masih bisa order, kok, dilarang atau tidak kami pasti tetap kerja. Kami butuh uang untuk membiayai kebutuhan keluarga,” tambahnya.

Diwawancarai terpisah, Humas Uber, Adit menolak berkomentar terkait larangan beroperasinya taksi online. Ia menyebut seluruh keputusan menjadi wewenang pusat. “Kalau saya no comment. Semua aturan dari pusat,” sebut Adit singkat.

Tak berbeda jauh dengan Adit, Humas GO-JEK dan GO-CAR, Fariz menyebutkan, pihaknya sudah mengetahui soal imbauan yang dikeluarkan Dinas Perhubungan. Tetapi, katanya kepada wartawan belum ada instruksi dari manajemen pusat.

“Belum ada arahan dari pusat. Kami juga sudah sampaikan ke pusat terkait imbauan tersebut, silakan hubungi manajemen pusat,” jelas Fariz.

Belum Ada Sanksi

Kepala Dinas Perhubungan Medan Renward Parapat, mengatakan imbauan berisi larangan beroperasinya taksi online sebenarnya sesuai Peraturan Menteri Perhubungan.

Ia menjelaskan, sebelum adanya rapat bersama dengan Dinas Perhubungan Provinsi Sumut, mereka belum bisa memberikan sanksi kepada taksi online yang masih beroperasi.

“Ini langkah awal bersama Satlantas Medan memberi kenyamanan ke masyarakat. Langkah selanjutnya akan diputuskan di rapat bersama Dishub Provinsi pada Rabu (19/7), karena pengurusan izin operasi wewenang Dishub Provinsi,” ucap Renward.

Ia menceritakan, sebenarnya sudah ada beberapa angkutan yang mengurus izin usaha angkutan, namun tak dilanjutkan dengan izin operasi.

“Izin usaha angkutan sudah banyak. Ini sifatnya umum, bisa taksi konvensional atau online. Seharusnya diurus juga izin operasi, diizin itu baru dijelaskan untuk taksi online atau tidak,” sambungnya.

Menurut dia, pabila taksi online sudah mengurus izin operasi di Dishub Provinsi, maka dapat melakukan uji kelayakan kendaraan atau KIR, sehingga bisa beroperasi dengan legal.

“Wewenang Dishub Medan hanya di KIR, kalau sudah sampai ke tahap KIR berarti sudah lulus di Dishub Provinsi. Sudah dapat dilegalkanlah,” pungkasnya.

(tribunmedan/tow)

Loading...